Minggu, 19 Mei 2013
One komentar

Manusia Dan Cinta


Manusia Dan Cinta

Bercerita tentang manusia berarti bercerita tentang kehidupan dan bercerita tentang kehidupan tentunya tak lepas dari cerita cinta karena kehidupan lahir dari sebuah cinta, kurang lebih seperti itulah kalimat yang dikatakan oleh Jalaluddin Rumi dalam sebuah tulisannya. Dalam realita kehidupan, cerita tentang cinta memang tak pernah ada habisnya. Mulai dari cinta kepada Tuhan sampai kepada seluruh ciptaanya tak terkecuali kepada keluarga dan lawan jenis kita tentunya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa disaat kita berusia remaja sampai ketingkat dewasa, selain mengejar ilmu dan mimpi tentunya hal yang tak pernah terlupakan dan tak jarang menjadi bumbu-bumbu perjalanan kaum muda-mudi dalam mununtut ilmu maupun mengejar impian adalah mencinta dan dicinta oleh lawan jenisnya.
Tanggal 14 Februari yang tepat jatuh pada hari ini, dikenal dan diperingati oleh hampir semua orang diseluruh pelosok dunia sebagai hari kasih sayang “valentine day” sehingga hampir disetiap pembicaraan kaum muda-mudi tak pernah lepas dari kata cinta.
Manusia dan cinta adalah dua hal yang selalu berkaitan dan kita semua pasti menyadari akan hal itu karena sebuah kemustahilan seorang manusia terlahir kedunia ini tanpa yang namanya cinta entahka itu berawal dari cinta manusia itu sendiri “orang tua” ataupun cinta dari Tuhan kita. Karena hari ini adalah hari spesial bagi kita semua dimana hari yang penuh dengan kasih sayang maka tentunya kita akan terfokus kepada cinta antara sesama manusia atau lawan jenis kita.
Banyak orang yang mengartikan cinta, semuanya berbeda namun inti dan tujuannya hanya tetap satu yaitu kebahagiaan. Hari ini siapa yang tak ingin bahagia? Semua orang pasti ingin bahagia apalagi disaat momen-momen tertentu seperti hari ini yang diperingati sebagai hari kasih sayang, walau tak dapat dipungkiri pula bahwa masih banyak diantara kita yang sering memperingati hari kasih sayang dengan hanya sebatas bertukaran kado atau bahkan sampai menuju kehal-hal yang diharamkan oleh agama baginya. Dan satu kalimat buat mereka yang seperti itu, belajarlah arti cinta kemudian pahami lalu ejawantahkan dalam kehidupan agar mampu merasakan kebahagiaan yang hakiki.
Lalu apa arti dari cinta itu? Sebelum kita mengartikannya sendiri,  terlebih dahulu mungkin kita bisa belajar dari cerita seorang filsuf yang sudah tak asing lagi ditelingai kita yaitu Plato, tentang filosofi cinta yang diungkapkannya.
Suatu hari, Plato bertanya pada gurunya, “Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?” Gurunya menjawab, ”Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta”. Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun. Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?” Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)”. Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil serantingpun pada akhirnya”. Gurunya kemudian menjawab, ”Jadi ya itulah cinta”. Di hari yang lain, Plato bertanya lagi pada gurunya, “Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?“ Gurunya pun menjawab ”Ada hutan yang subur didepan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Dan tebanglah jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, karena artinya kamu telah menemukan apa itu perkawinan”. Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan membawa pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang segar/subur, dan tidak juga terlalu tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja. Gurunya bertanya, “Mengapa kamu menebang pohon yang seperti itu?” Plato pun menjawab, “sebab berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir semua lahan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi dikesempatan ini, aku lihat pohon ini, dan kurasa tidaklah buruk-buruk amat, jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya kesini. Aku tidak mau menghilangkan kesempatan untuk mendapatkannya”. Gurunyapun kemudian menjawab, “Dan ya itulah perkawinan”.
Filosofi cinta yang diungkapkan oleh Plato tersebut lewat sebuah cerita, dapat membuat kita mengerti tentang cinta sehingga jangan lagi ada diantara kita yang menyalah artikannya karena sesungguhnya cinta itu adalah suatu hal yang sangat sakral dan sensitif yang akan mengantarkan kita menuju kepada kebahagiaan yang hakiki, bukan sebuah permainan walau memang tak dapat dipungkiri bahwa didalam cinta itu bukan hanya saat-saat kebahagiaan saja tapi juga ada kegalauan, kebersamaan, pertengkaran, benci, rindu, susah, senang, marah, senyum, dan kesedihan yang berpadu menjadi satu namun akan tetap bermuara kebahagiaan karena itu hanya bagian dari dinamika bercinta. tapi jika sampai seperti itu “permainan” maka bukanlah cinta namanya tapi ibarat buah malakama yang terbungkus kantong kresek hitam dan berlabelkan cinta dan bermuara kesedihan atau penyesalan yang abadi.
Jadi hargailah cinta, pahamilah cinta, jagalah cinta, jangalah sekali-sekali kita mempermainkannya. Tapi sepertinya kita akan menjadi orang yang terlalu naif jika mengatakan bahwa orang yang gagal dalam bercinta adalah mereka-mereka semua yang selalu mempermainkan cinta karena terkadang hanya salah satunya saja yang seperti itu sedangkan yang satunya lagi hanya sebagai orang yang terjebak dalam permainan itu sehingga menjadilah korban dari orang-orang yang selalu mempermainkan cinta dan biasanya yang terjebak dalam hal yang seperti itu adalah mereka yang mencintai atau dicintai dengan tiba-tiba. dan agar kita tidak terjebak dalam permainan cinta, maka berhati-hatilah kita saat ingin mencintai seseorang atau bahkan dicintai seperti kata Phytagoras bahwa jangan sekali-sekali percaya terhadap kasih sayang yang datang tiba-tiba karena dia akan meninggalkanmu dengan tiba-tiba pula.
Cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Cinta adanya didalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih. Ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan, tiada satupun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan kembali. Karena waktu dan masa tidak dapat diputar mundur. Maka terimalah cinta apa adanya jangan ada apanya.
“Jadilah manusia yang mengerti dan memahami cinta yang sesungguhnya agar dapat merasakan kebahagiaan yang hakiki lalu perlihatkanlah kepada laki atau perempuan diluar sana agar mereka akan memilihmu sebagai pasangannya dan mereka yang tidak memilihmu atau pernah mempermainkanmu akan mendapatkan penyesalan yang abadi”.
-Suardi Mansing-

Bulukumba, 14 Februari 2013


1 komentar:

  1. sangat sepakat dengan argumen anda, terutama kutipan dari seorang filosof termahsyur "Plato". hanya saja pribadi masih menggunakan pesan-pesan leluhur yg tidak bertentangan dengan agama, tidak pula ada celaan

    BalasHapus

Terima kasih telah menitipkan komentar
semoga informasi ini bermanfaat
Wassalam

 
Toggle Footer
Top