(Studi Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir
Al-Misbah)
Oleh :
JUSLIADI
NIM. 5730
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AL-GAZALI BULUKUMBA
2013
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين وبه نستعين , والصلاة والسلام على أشرف
المرسلين , سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين. أما بعد.
Puji dan syukur
kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat dan hidayahnyalah
sehingga skripsi ini dapat terwujut. Salawat dan salam tidak lupa pula kami
kami kirimkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw. Yang membawa suri tauladan
yang baik bagi kita semua.
Sejak dari pelaksaan penelitian sampai dengan penyusunan skripsi ini, tidak
luput dari adanya hambatan dan kesulitan yang dihadapi. Namun demikian, berkat
do’a dan ketekunan serta usaha yang sungguh-sungguh, dan terutama ridha Allah
SWT, maka hambatan dan kesulitan yang dihadapi dapat diatasi dengan baik.
Begitu pula
dengan bantuan dari berbagai pihak yang senantiasa memberikan dukungan moril
sejak awal penelitian hingga selesainya skripsi ini.
Dengan rasa syukur yang tak terbatas kepada Allah SWT, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1.
Drs. H. A. Muh. As’ad Timpa, selaku ketua STAI
Al-Gazali Bulukumba.
2.
Drs. Abd. Asis Paming, M. Pd. I sebagai Ketua
Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang banyak memberikan petunjuk-petunjuk dalam
proses penyelesaian akademik.
3.
Bapak DRS. H.A. MUH. AS’AD TIMPA, MA
dan Bapak DRS. ABD. ASIS PAMING, M.Pd.I masiang-masing selaku
pembimbing yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Ayah yang telah mendidik dengan penuh kasih
sayang dan pengorbanan yang tak terhitung banyaknya,serta almarhum Ibu yang
telah melahirkan saya,semoga tenang di alam sana, juga kakak yang
telah mendukung saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5.
Bapak Ibu dosen yang telah membina penulis
dalam menyelesaikan studi.
6.
Teman-teman mahasiswa dan pihak-pihak lain
yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
akhirnya penulis
mengharapkan kiranya tulisan ini dapat berguna bagi perkembangan dan kemajuan
pendidikan di masa-masa yang akan datang.
Semoga Allah SWT
memberikan rahmatnya kepada kita semua. Amin ya robbal alamin.
ABSTRAK
Nama
: JUSLIADI
Nim
: 5730
Judul Skripsi : URGENSI BELAJAR MENURUT AL-QUR’AN KAJIAN
SURAT AL-ALAQ AYAT 1-5 (Studi Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir
Al-Misbah)
Latar belakang dari penelitian ini
adalah melihat kenyataan bahwa Al-Qur’an merupakan Firman Allah SWT. yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupannya,
agar memperoleh kebahagiaan lahir dan bathin, dunia dan akhirat. Konsep-konsep
yang dibawa Al-Qur’an selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia,
karena ia turun untuk berdialog dengan setiap umat yang ditemuinya, sekaligus
menawarkan pemecahan terhadap problema yang dihadapinya, kapan dan dimanapun
mereka berada.
Adapun tujuan penelitian ini yaitu
untuk mengetahui untuk mengetahui urgensi belajar menurut Al-Qur’an kajian
surat Al-Alaq ayat 1-5.
Data dari penelitian ini diperoleh
melalui pengumpulan data maka dalam penganalisaannya penulis menggunakan kajian
pustaka, maka kajian yang dimulai dengan pelaksanaan kepustakaan.
Dari hasil pengolahan data tersebut
diperoleh kesimpulan bahwa kandungan dari surat Al-Alq ayat 1-5 adalah : 1). Menurut
Tafsir Ibnu Katsir adalah kita diperintahkan agar senantiasa mengadakan
penyelidikan terhadap segala suatu yang belum kita ketahui, sehingga kita
kuasai, bukti kemurahan Allah SWT. Ialah ia telah mengajari manusia dengan
perantaraan Al-Qur’an, 2).Menurut Tafsir Al-Misbah adalah Islam memerintahkan
agar kita belajar membaca dan menulis serta mempelajari ilmu pengetahuan demi
meningkatkan derajad kita sebagai makhluk Allah yang maha mulia, kita
dianjurkan untuk sanggup mengembangbiakkan ilmu pengetahuan yang telah Allah
limpahkan kepada kita.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah
Kemajuan yang berlangsung saat ini dan
mungkin di saat yang akan datang berlangsung cepat, beragam, dinamis dan sukar
diramalkan. Agar bisa mengikuti, mensucikan diri dan berkiprah dengan
kemajuan-kemajuan yang sangat cepat tersebut kuncinya adalah pada belajar.
Dalam era globalisasi dan pasar bebas,
serta persaingan ketat antar bangsa dalam mempertahankan pasar, manusia
diharapkan pada perubahan-perubahan yang cepat dan sinergis. Ibarat nelayan di
lautan lepas yang dapat menyesatkan, jika tidak memiliki kompas sebagai pedoman
untuk bertindak dan mengarunginya.
Perkembangan yang
cepat dari lingkungan yang cepat harus diimbangi oleh perkembangan yang cepat
pula dari individu warganya. Untuk itu setiap individu warga planet bumi ini
dituntut untuk belajar. Lebih banyak belajar, meningkatkan kemampuan, motivasi
dan upaya belajarnya, sehingga tercipta masyarakat belajar. Individu warga
wasyarakat yang banyak belajar akan mempercepat perkembangan masyarakatnya,
perkembangan masyarakat yang cepat menuntut warga masyarakat belajar lebih
banyak lebih intensif.
Al-Qur’an merupakan Firman Allah SWT.
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai pedoman bagi manusia dalam
menata kehidupannya, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan bathin, dunia dan
akhirat. Konsep-konsep yang dibawa Al-Qur’an selalu relevan dengan problema
yang dihadapi manusia, karena ia turun untuk berdialog dengan setiap umat yang
ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problema yang dihadapinya,
kapan dan dimanapun mereka berada.
Al Qur’an terdiri
dari 6666 ayat, 114 surat, dan 30 juz[1]).
Pandangan Al-Qur’an tentang belajar dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari
analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Surat Al-Alaq Ayat
1-5.
Surat Al-Alaq
ayat 1-5, di samping sebagai ayat pertama juga sebagai penobatan Muhammad SAW sebagai
Rasulullah atau utusan Allah kepada seluruh umat manusia untuk menyampaikan
risalah-Nya.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ0خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ0اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ0الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ0عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ(العلق:1-5)
Artinya :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya[2]).
Surat Al-Alaq
ayat 1-5, menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia dari benda yang hina dan
memuliakannya dengan mengajar membaca, menulis dan memberinya pengetahuan.
Dengan kata lain, bahwa
manusia mulia di hadapan Allah apabila
memiliki pengetahuan, dan pengetahuan bisa dimiliki dengan jalan belajar.
Dalam masyarakat
yang dinamis, pendidikan (belajar) memegang peranan yang menentukan eksistensi
dan perkembangan masyarakat tersebut, oleh karena pendidikan merupakan usaha
melestarikan, dan mengalihkan serta mentranfortasikan nilai-nilai kebudayaan
dalam segala aspeknya dan jenisnya kepada generasi penerus. Demikian pula
halnya dengan peranan pendidikan di kalangan umat Islam, merupakan salah
bentuk manifestasi dari cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan
dan menanamkan (internalisasi) dan mentransformasikan nilai-nilai Islam
tersebut kepada pribadi generasi penerusnya sehingga nilai-nilai
cultural-religius yang dicita-citakan tetap berfungsi dan berkembang dalam
masyarakat dari waktu-kewaktu.
Melihat betapa
pentingnya belajar bagi kehidupan manusia, yang pada hakekatnya perintah
belajar merupakan aktualisasi dari ajaran Islam. Oleh karena itu, penulis
berminat untuk mengadakan analisa terhadap konsep belajar menurut Al-Qur’an
Surat Al-Alaq ayat 1-5. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis memilih judul “Urgensi
Belajar Menurut Al-Qur’an Kajian Surat Al-Alaq ayat 1-5 (Studi Tafsir Ibnu
Katsir dan Tafsir Al-Misbah)”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah “Bagaimana urgensi
belajar menurut Al-Qur’an kajian surat Al-Alaq ayat 1-5 menurut Tafsir Ibnu
Katsir dan Tafsir Al-Misbah?”
Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari uraian pada rumusan
masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui urgensi belajar menurut Al-Qur’an kajian surat Al-Alaq ayat 1-5
menurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Misbah.
Manfaat Penelitian
Dengan
melaksanakan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini
diantaranya sebagai berikut:
a. Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini
diharapkan dapat memotivasi peneliti lain untuk mengungkapkan sisi lain yang
belum diterangkan dalam penelitian ini.
b. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam
rangka peningkatan motivasi diri untuk belajar.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan sebagai bahan masukan kepada semua pihak dalam mengembangkan
pendidikan.
Metodologi
Penelitian
1. Desain
Penelitian
Penelitian memerlukan pendekatan atau
desain, yang menunjukkan cara mengumpulkan dan menganalisa data, agar
penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta serasi dengan
tujuan penelitian.
Dalam penelitian ini penulis
menggunakan desain atau pendekatan kualitatif, karena pendekatan ini mempunyai
ciri-ciri menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong) mengatakan sebagai berikut
:
“1). Penelitian kualitatif melakukan
penelitian pada latar alamiah, pada konteks dari satu keutuhan, 2). Dalam
penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain
merupakan alat pengumpul data utama. 3. Penelitian kualitatif menggunakan
metode kualitatif, 4).Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan
teori substansif yang berasal dari data, 6). data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambaran, dan bukan angka-angka, 7). Penelitian kualitatif lebih
banyak mementingkan segi “proses” dari pada “hasil”, 8). Menghendaki
ditetapkannya batas dalam penelititannya atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah
dalam penelitian[3]).
Data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu Asbanunuzul serta penafsiran para
ahli tafsir tentang surat Al-Alaq 1-5.
Di samping itu data yang dipergunakan
dalam penelitian ini dikumpulkan dari sumber-sumber pustaka yang sudah ada
sebagai obyek kajian. Sebagaimana diketahui bahwa sebuah karya ilmiah, maka
kecukupan rujukan sangat diperlukan,
dengan demikian kecukupan referensi yang dimaksud oleh peneliti di sini adalah
tersedianya referensi yang dibutuhkan oleh peneliti yang berhubungan dengan
fokus penelitian
2. Tekhnik
Pengumpulan Data
Di dalam pengumpulan data, penulis
menggunakan metode dokumentasi. Dari asal katanya dokumen, yang artinya
barang-barang tertulis. Didalam melaksanakan dokumentasi, peneliti menyelidiki
benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen-dokumen dan sebagainya[4]).
Adapun dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dalam Terjemahan
Al-Qur’an Departemen Agama, Tafsir Ibnu Kastir dan Tafsir Al-Misbah.
3. Tehnik
Analisa Data
Setelah didapat
data melalui pengumpulan data, maka dalam penganalisaannya penulis menggunakan
kajian pustaka, maka kajian yang dimulai dengan pelaksanaan kepustakaan.
Mengenal pustaka
dan pengalaman orang lain berarti mencari teori-teori, konsep-konsep yang dapat
dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan, agar
penelitian mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial
and error)[5]).
Sedangkan tahapan analisis data dalam
kajian ini dapat diuraikan antara lain:
a.
Deskriptif yaitu, penelitian non hipotesis artinya dalam langkah penelitiannya
tidak perlu merumuskan hipotesis.
b.
Komparasi, yaitu menemukan permasalahan melalui persamaan-persamaan dan
perbedaan tentang ide-ide, tentang orang, kelompok, kritik terhadap orang
terhadap suatu ide atau prosedur kerja[6]).
Adapun teknik analisa data dalam
penelitian ini adalah dengan memaparkan persamaan dan perbedaan kajian Tafsir
Ibnu Kastir dan Tafsir Al-Misbah dalam menginterpretasikan surat Al-Alaq ayat
1-5.
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS TENTANG BELAJAR
Pengertian
Belajar
Bilamana pengertian belajar ditujukan
untuk penguasaan bahan pelajaran semata, akan memberikan makna yang terlalu
sempit dan bersifat intelektualitas. Para ahli berpendapat bahwa belajar bukan
sekedar penguasaan bahan akan tetapi terjadinya perubahan tingkah laku sehingga
terbentuk suatu kepribadian yang baik[7]).
Timbulnya perbedaan definisi belajar
demikian disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang dan disiplin ilmu para
pakar pendidikan[8]).
Hal ini dapat dikemukakan beberapa
definisi belajar sebagai berikut :
a. Menurut
teori ilmu Jiwa Daya: belajar ialah usaha melatih daya-daya agar berkembang
sehingga dapat berfikir, mengingat, dan sebagainya.
Menurut teori ini jiwa manusia terdiri
dari berbagai daya seperti : daya berfikir, mengingat, perasaan, mengenal,
kemauan, dan sebagainya. Daya-daya tersebut berkembang dan berfungsi bila
dilatih dengan bahan-bahan dan cara-cara tertentu.
b. Menurut
teori ilmu Jiwa Asosiasi : belajar berarti membentuk hubungan-hubungan stimulus
respon dan melatih hubungan-hubungan tersebut agar bertalian erat.
Pandangan ini dilatar belakangi oleh
pendapat bahwa jiwa. Asosiasi tersebut dapat terbentuk karena adanya hubungan
antara stimulus dan respon.
c.
Menurut teori ilmu Jiwa Gestalt : belajar ialah mengalami, berbuat, berkreasi
dan berfikir secara kritis. Pandangan ini dilatar belakangi oleh anggapan bahwa
jiwa manusia bukan terdiri dari elmen-elmen tetapi merupakan satu sistem yang
bulat dan berstruktur.
Jiwa manusia hidup dan di dalamnya
terdapat prinsip aktif di mana individu selalu cenderung untuk beraktifitas dan
berintraksi dengan lingkungannya[9]).
Di samping definisi di atas, belajar
juga diartikan mengumpulkan sejumlah pengetahuan[10]).
Belajar juga diartikan sebagai suatu aktifitas yang dilakukan secara sadar
untuk mencapai sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari[11]).
Selain itu, belajar juga diartikan
sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dengan lingkungannya[12]).
Dari beberapa pendapat di atas,
nampaknya terdapat beberapa perbedaan istilah tentang belajar, namun pada
hakekatnya ada kesamaan pandangan tentang bagaimana usaha mengaktifkan
berfikir, bereaksi, dan berbuat terhadap suatu objek yang dipelajari sehingga
timbul suatu pengalaman baru dalam diri seseorang.
Bila direnungkan dengan seksama
tentang histori kehadiran agama Islam dan bahkan kehadiran pertama manusia di
muka bumi, akan ditemukan kegiatan pertama dan utama menyertai kehadirannya
yaitu belajar.
Kehadiran seseorang dengan posisi
hidup baru selalu berusaha untuk mencari dan menambah pengalaman di tempatnya
yang baru guna memahami dan menguasai situasi dan kondisi alam lingkungannya
untuk segera dapat beradaptasi dan hidup seimbang untuk mendapatkan pengalaman
ini diperlukan kegiatan belajar.
Setiap kehidupan manusia selalu
memerlukan belajar, karena hal ini ditentukan oleh gerak dinamika pembangunan
serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta alam semesta dan gerak
pembangunan dalam berbagai bidang, maka belajar juga mutlak diperlukan.
Banyak ayat-ayat Al-Qur'an yang
menjelaskan tentang hakekat belajar. Diantara ayat-ayat tersebut adalah:
1. وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ(التوبه:122)
Artinya :
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya[13]).
2. وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ءَايَتَيْنِ فَمَحَوْنَا ءَايَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا ءَايَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا( الاسراء:12)
Artinya : Dan
Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam
dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu,
dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala
sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas[14]).
Berdasarkan Firman-firman Allah di
atas, jelas sekali kedudukan dan posisi belajar dalam kehidupan manusia yang
harus dijadikan perhatian yang serius, sehingga bisa dijadikan sebagai suatu kebutuhan
dalam kehidupan, bukan hanya sekedar sebagai kewajiban semata.
Belajar mengajar merupakan dua konsep
yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain di dalam proses pengajaran. Belajar
menunjukkan apa yang dilakukan seseorang subyek yang menerima pengajaran (anak
didik), sedangkan mengajar menunjukkan apa yang dilakukan oleh guru (yang
mengajar). Dua konsep pengajaran tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan,
yaitu: di saat terjadi interasi antara guru dan murid di saat pengajaran itu
berlangsung. Hal ini yang dimaksud belajar dengan mengajar sebagai proses.
Ada tiga unsur pokok dalam proses
belajar mengajar yaitu:
- Yang menerima pelajaran (murid).
- Yang memberi pelajaran (guru).
- Bahan pelajaran yang diterima[15]).
Dalam proses
mengajar hendaklah berfungsi bimbingan menuju kepada berbagai aspek kehidupan
yang akan dihadapi oleh seseorang, sebab mengajar itu sendiri merupakan suatu
kegiatan yang ditunjukan untuk mengembangkan, mempertajam kemampuan anak,
menganalisis, mencari hubungan faktor yang dihadapi.
Belajar mengajar
suatu proses sudah barang tentu harus bisa menentukan dan menjawab beberapa
persoalan yang mendasar antara lain:
- Kemana arah proses tersebut akan diarahkan (tujuan).
- Apa yang harus diproses (materi).
- Bagaimana cara memperoleh (metode).
- Tindakan apa yang dilakukan agar proses tersebut cukup efektif dan berhasil[16]).
Di dalam
masyarakat Islam sekurang-kurangnya terdapat tiga sistilah yang digunakan untuk
konsep pendidikan, yaitu 1). tarbiyah (تربيه),
2). ta’lim (تعليم ), dan 3).ta’dib (تأديب).
1. Tarbiyah;
menurut para pendukungnya, tarbiyah berakar pada tiga kata, yaitu: pertama
raba yarbu ( ربا,يربو) yang berarti bertambah dan tumbuh, kedua rabiya yarba (
ربي,يربى) yang berarti tumbuh berkembang, ketiga,
kata, rabba yarubbu (رب,
يرب) yang berarti memperbaiki, menguasai,
memimpin, menjaga, dan memelihara
Penggunaan istilah tarbiyah untuk
menandai konsep pendidikan dalam Islam, meskipun telah berlaku umum, teryata
masih merupakan masalah khilafiah (kontroversial). Diantara ulama pendidikan
muslim kontemporer ada yang cenderung menggunakan istilah ta’lim atau ta’dib
sebagai gantinya[17]).
2. Ta’lim;
adalah proses pembelajaran secara terus-menerus sejak manusia lahir melalui
pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, pengelihatan, dan hati[18]).
3. Ta’dib;
istilah Ta’dib untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam ditawarkan oleh
Al-Attas. Istilah ini berasal dari kata adab dan, pada pendapatnya, berarti
pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud berfungsi
teratur secara hirarkis sesuai berbagai tingkatan dan derajat tingkatannya
serta tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu
serta dengan kapasitas dan ppotensi jasmani, intelektual, maupun rohani
seseorang. Dengan pengertian ini, kata adab mencakup pengertian ‘ilm dan ‘amal[19]).
Asas-Asas Belajar
Belajar itu
mempunyai asas-asas tempat ia tegak dalam materi, interaksi, inovasi dan
cita-citanya. Seperti halnya kedokteran, teknik atau pertanian, masing-masing
tidak dapat berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu sarana di mana
dipraktekkan sejumlah ilmu yang erat hubungannya antara satu dan lainnya dan
jalin menjalin[20]).
Berdasarkan
pandangan tersebut, dapat diketahui, bahwa yang dimaksud dengan asas belajar
adalah sejumlah ilmu yang secara fungsional sangat dibutuhkan untuk membangun
konsep pendidikan, termasuk pula dalam melaksanakannnya.
Sebagaimana
diketahui bahwa pendidikan sebagai sebuah ilmu sangat membutuhkan dukungan dari
ilmu-ilmu lain, seperti ilmu sejarah, psikologi manajemen, sosiologi,
antropologi, teologi dan sebagainya[21]).
Dalam hal ini,
Langgulung misalnya menyebutkan adanya enam bidang ilmu yang dibutuhkan
oleh belajar. Keenam ilmu tersebut adalah ilmu sejarah (historis), ilmu sosial,
ilmu ekonomi, ilmu politik, ilmu psikologi dan filsafat[22]).
Selain
menggunakan kata asas-asas, dikalangan para ahli pendidikan Islam juga ada yang
mempergunakan kata prinsip-prinsip yang menjadi dasar pendidikan Islam. Omar
Muhammad al-Toumy al-Syaibani misalnya menyebutkan adanya lima prinsip yang
harus digunakan sebagai asas dalam membangun konsep belajar. Lima prinsip atau
lima asas tersebut adalah prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap
jagat raya, prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap manusia,
prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap masyrakat, prinsip yang
menjadi dasar teori pengetahuan pada pemikiran Islam, dan prinsip-prinsip yang
menjadi dasar falsafah akhlak dalam Islam[23]).
Prinsip yang
menjadi dasar pandangan Islam terhadap jagat raya mengandung uraian tentang
kepercayaan yang mengatakan bahwa pendidikan adalah proses dan usaha mencari
pengalaman dan perubahan yang diingini oleh tingkah laku, bahwa jagat raya
sebagai suatu selain Allah[24]).
Penggunaan
pandangan jagat raya sebagai asas pendidikan sebagaimana tersebut di atas
sangat diperlukan, karena dalam pelaksanaannya pendidikan membutuhkan berbagai
sarana yang ada di alam jagat raya ini. Selanjutnya prinsip yang menjadi asas
belajar berupa pandangan tentang manusia mengandung arti kepercayaan bahwa
manusia adalah sebagai makhluk yang termulia di alam jagat raya. Ia adalah
sebagai makhluk yang berpikir, mempunyai tiga dimensi, yaitu badan, akal dan
ruh, sebagai makluk yang dapat menerima warisan yang bersumber dari alam
lingkungan, memiliki motivasi dan kebutuhan, memiliki perbedaan antara satu
danlainnya, serta mempunyai keluwesan sifat dan dapat berubah[25]).
Selanjutnya
prinsip yang menjadi asas belajar berupa pandangan tentang manusia mengandung
arti kepercayaan bahwa manusia adalah sebagai makhluk yang termulia dialam
jagat raya. Ia adalah sebagai makhluk yang berfikir, mempunyai tiga dimensi,
yaitu badan, akal, ruh, sebagai makhluk yang dapat menerima warisan yang
bersumber dari alam lingkungan, memiliki motovasi dan kebutuhan, memiliki
perbedaan antara satu dan lainnya, serta mempunyai keluwesan sifat dan dapat
berubah[26]).
Dalam pada itu,
pandangan tentang asas masyarakat didasarkan pada pandangan bahwa masyarakat
adalah salah satu faktor utama yang memberi pengaruh dalam pendidikan dan
kerangka di mana berlangsung proses pendidikan, dan di situ juga berlakunya
penentuan tujuan-tujuan, kurikulum, metode dan alat-alat pendidikan. Dan oleh
karena itu Islam mempunyai pandangan khusus terhadap masyarakat dan kehidupan,
maka haruslah ditentukan prinsip-prinsip yang menjadi dasar pandangan ini
ketika berusaha membina falsafah pendidikan[27]).
Prinsip tentang
alam jagat raya, manusia, masyarakat, ilmu pengetahuan dan akhlak dalam
hubungannya dengan pendidikan sebagaimana tersebut di atas dengan mudah dapat
dijumpai di dalam Al-Qur’an.
Menurut
Fazlur Rahman, Al-Qur’an sedikit sekali berbicara tentang kejadian alam
(kosmolog). Pendidikan Islam merupakan suatu aktivitas pengembangan dan
pembentukan seluruh aspek kepribadian manusia yang berlangsung seumur hidup.
Sebagai suatu aktivitas tentunya pendidikan Islam merupakan suatu landasan
kerja untuk memberi arah bagi tercapainya tujuan yang telah diprogramkan[28]).
Berdasarkan
informasi tersebut kita dapat melihat hubungan paham alam jagat raya dengan
pendidikan dalam empat hal. Pertama, dengan menyakini bahwa alam sebagai
ciptaan Allah, maka alam jagat raya selain dapat dipergunakan untuk semakin
menyakini adanya Allah, juga agar dalam penggunaannya tidak boleh melanggar
ketentuan Allah. Kedua, dengan mengetahui bahwa alam jagat raya ini
terdapat pola-pola, watak-watak, kecenderungan-kecenderungan, ukuran, batasan,
dan berbagai keistimewaan lainnya selain akan memberikan petunjuk kepada
manusia tentang cara-cara memanfaatkan alam jagat raya, juga mengenai adanya
pengetahuan ilmiah yang menghasilkan berbagai teori ilmu pengetahuan yang
disebut sebagai natural science atau ilmu pengetahuan murni.Ketiga,
dengan mengetahui bahwa alam jagat raya memiliki keterbatasan, maka diharapkan
manusia tidak sampai mempertuhankan terhadap alam. Keempat, dengan pengetahuan
terhadap alam jagat raya akan mendorong manusia untuk menyadari bahwa dirinya
sangat membutuhkan kehadirannya. Hal ini penting dicatat, agar tercipta prilaku
yang akrab dan ramah dengan alam jagat raya.
Pendidikan Islam
yang dilaksanakan dalam suatu sistem memberikan kemungkinan berprosesnya
bagian-bagian kearah tujuan yang telah ditetapkan ajaran Islam. Proses itu
adalah bersifat konstan dan konsisten apabila dilandasi dengan dasar pendidikan
yang menjamin terwujudnya tujuan pendidikan. Pendidikan Islam sebagai aktivitas
pembentukan manusia utama, haruslah memiliki landasan tempat berpijak bagi
semua kegiatan dan perumusan pendidikan Islam yang saling berhubungan, sehingga
usaha pendidikan tersebut mempunyai keteguhan dan sumber keyakinan, yang pada
akhirnya mau mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Meletakkan dasar
pendidikan Islam berarti harus meletakkan dasar-dasar agama Islam yang
memberikan ruang lingkup berkembangnya proses pendidikan Islam dalam rangka,
mencapai tujuan, sebab bagi umat Islam, maka dasar agama Islam merupakan
pondasi utama bagi keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena agama Islam
bersifat universal yang mengandung seluruh aspek kehidupan manusia dalam rangka
hubungan denagan Khalik-nya yang diatur dalam “Ubudiyah”, juga hubungan
dengan sesamanya yang diatur dengan “Mu’amalah”.
Faktor Yang
Mempengaruhi Prestasi Belajar
Kegiatan belajar yang dilakukan
seseorang tidak berarti tanda hambatan, namun terdapat banyak faktor yang dapat
menjadi problem untuk melakukan kegiatan tersebut.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.
Faktor yang ada pada diri siswa yang disebut faktor individu, seperti motif,
kematangan, kondisi, jasmani, keadaan alat indra, sikap, minat kapasitas
belajar.
2.
Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial (eksternal) seperti
keluarga, sekolah dan masyarakat[29]).
Dari paparan tersebut di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
anak meliputi: (a). Faktor internal: faktor yang berasal dari dalam diri
individu sendiri seperti motif, kematangan, kondisi Jasmani, kedalam antara,
sikap, minat, kapasitas belajar, dan (b).Faktor eksternal: faktor yang berasal
dari luar individu seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk memberikan
gambaran ang lebih jelas menganai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar anak, berikut ini akan diuraikan faktor-faktor tersebut satu persatu.
Faktor Yang
Mempengaruhi Kesulitan Belajar
Dalam belajar tidaklah selalu
berhasil, tetapi sering kali hal-hal yang mengakibatkan kegagalan atau
setidak-tidaknya menjadi gangguan yang menghambat kemajuan belajar. Kegagalan
atau kesulitan belajar biasanya ada hal atau faktor yang menyebabkannya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kesulitan belajar adalah (a). Faktor internal yaitu faktor
yang datang dari dalam diri sendiri, (b). Faktor eksternal yaitu faktor yang
datang dari luar diri seorang[30]).
1. Faktor Internal
Faktor internal faktor internal adalah
faktor yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri, yang dapat
dibedakan atas beberapa faktor yaitu intelegensi, minat, bakat, dan
kepribadian.
a.
Faktor Intelegensi
Intlegensi ini
dapat mempengaruhi kesulitan belajar seorang anak. Keberhasilan belajar serang
anak ditentukan dari tinggi rendahnya tingkat kecerdasan yang dimilikinya,
dimana seorang anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi cendrung akan
lebih berhasil dalam belajarnya dibandingkan dengan anak yang intelegensinya
rendah.
b. Faktor
Minat
Faktor minat
dalam belajar sangat penting. Hasil belajar akan lebih optimal bila disertai
dengan minat. Dengan adanya minat mendorong kearah keberhasialan, anak yang
berminat terhadap suatu pelajaran akan lebih mudah untuk mempelajarinya dan
sebaliknya anak yang kurang berminat akan mengalami kesulitan dalam belajarnya.
Dari pendapat
tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa minat sangat diperlukan dalam
belajar, karena minat itu sendiri sebagai pendorong dalam belajar dan
sebaliknya anak yang kurang bermitat terhadap belajarnya akan cenderung
mengalami kesulitan dalam belajarnya.
c.
Faktor Bakat
Bakat ini dapat
menyebabkan kesulitan belajar, jika bakat ini kurang mendapatkan perhatian. Hal
ini sesuai dengan pendapat yang menjelaskan bahwa: bakat setiap orang
berbeda-beda, orang tua kadang-kadang tidak memperhatikan faktor bakat ini[31]).
Anak sering diarahkan sesuai dengan kemauan orang tuanya, akibatnya bagi anak
merupakan sesuatu beban, tekanan dan nilai-nilai yang ditetapkan oleh anak
buruk serta tidak ada kemauan lagi untuk belajar.
Dari pendapat
tersebut, dapat dijelaskan bahwa adanya pemaksaan dari orang tua didalam
mengarahkan anak yang tidak sesuai dengan bakatnya dapat membebani anak,
memunculkan nilai-nilai yang kurang baik, bahkan dirasakan menjadi tekanan bagi
anak yang akhirnya akan berakibat kurang baik terhadap belajar anak di sekolah.
d. Faktor
Kepribadian
Faktor
kepribadian dapat menyebabkan kesulitan belajar, jika tidak memperhatikan
fase-fase perkembangan (kepribadian) seseorang. Hal ini sebagaimana
pendapatmenjelaskan bahwa: fase perkembangan kepribadian seseorang tidak selalu
sama[32]).
Fase pembentuk kepribadian ada beberapa fase yang harus dilalui. Seorang anak
yang belum mencapai suatu fase tertentu akan mengalami kesulitan dalam berbagai
hal termasuk dalam hal belajar.
Dari pendapat
tersebut, menunjukkan bahwa tidak semua fase-fase perkembangan (keperibadian)
ini akan berjalan dengan begitu saja tanpa menimbulkan masalah, malah ada fase
tertentu yang menimbulkan berbagai persoalan termasuk dalam hal kesulitan dalam
belajar.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah merupakan
faktor yang datang dari luar diri individu. Faktor eksternal ini dapat di
bedakan menjadi tiga faktor yaitu 1). Faktor keluarga 2). Faktor sekolah 3).
Faktor masyarakat.
a.
Faktor Keluarga
Peranan orang tua
(kelurga) sebagai tempat yang utama dan pertama didalam pembinaan dan
pengembangan potensi anak-anaknya. Namun tidak semua orang tua mampu
melaksanakanya dengan penuh tanggung jawab.
Beberapa hal yang
dapat menimbulkan persoalan yang bersumber dari keluarga adalah seperti: a).
sikap orang tua yag mengucilkan anaknya, tidak mepercayai, tidak adil dan tidak
mau menerime anaknya secara wajar, b). broken home, perceraian,
percekcokan, c). Didikan yang otoriter, terlalu lemah dan memanjakannya, d).
Orang tua tidak mengetahui kemampuan anaknya, sifat kepribadian, minat, bakat,
dan sebagainya[33]).
Ada beberapa
aspek yang dapat menimbulkan masalah kesulitan belajar seorang anak yaitu: a).
Didikan orang tua yang keliru, b). Suasana rumah yang kurang aman dan kurang
harmonis, c). Keadaan ekonomi orang tua yang lemah[34]).
Dari kedua
pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dapat menimbulkan persoalan
atau sumber permasalahan adalah sikap orang tua yang mengucilkan anaknya, tidak
mempercayai, tidak adil dan tidak mau menerima anaknya secara wajar, broken
home, perceraian, percekcokan dan orang tua yang tidak tau kemampuan anaknya.
b. Faktor
Lingkungan Sekolah
Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal setelah keluarga dapat menjadi masalah pada umumnya, dan
khususnya masalah kesulitan belajar pada siswa.
Hal ini sesuai
dengan pendapat yang menyatakan bahwa:
Lingkungan sekolah dapat menjadikan
faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar seperti:
1).
Cara penyajian pelajaran kurang baik.
2).
Hubungan guru dan murid kurang harmonis.
3).
Hubungan antara burid dengan murid itu sendiri tidak baik
4).
Bahan pelajaran yang disajikan tidak dimengerti siswa, dan
5).
Alat-alat pelajaran yang tersedia kurang memadai[35]).
c.
Faktor Lingkungan Masyarakat
Faktor lingkungan
masyarakat sangat berperan di dalam pembentukan kepribadian anak, termasuk pula
kemampuan/ pengetahuannya. Dimana lingkungan masyrakat yang memiliki
kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik, seperti: suka minum-minum minuman keras,
penjudi dan sebagainya, dapat menghambat pembentukam kepribadiaan dan
kemampuan, termasuk pula dalam proses belajar mengajar seorang anak.
Lingkungan
masyarakat yang dapat mempengaruhi kesulitan belajar adalah:
1). Mass
Media, seperti bioskop, televisi, radio, surat kabar, majalah, komik
2). Corak
Kehidupan tetangga, seperti orang terpelajar dan cendekiawan, tetangga yang
suka berjudi, pencuri, peminum, dan sebagainya[36]).
BAB III
KAJIAN SURAT AL-ALAQ AYAT 1-5
A. Asbanun
Nuzul Surat Al-Alaq
Setelah menginjak
usia empat puluh tahun, Muhammad SAW, lebih banyak mengerjakan tahannuts dari
pada waktu-waktu sebelumnya. Pada bulan Ramadhan dibanyanya perbekalan lebih
banyak dari biasanya, karena akan bertahannuts lebih lama dari pada waktu-waktu
sebelumnya. Dalam melakukan tahannuts kadang-kadang beliau bermimpi, mimpi yang
benar (arru’ yaa ashshaadiqah)[37]).
Pada malam 17
Ramadhan, bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610 Massehi, diwaktu Nabi Muhammad
SAW. sedang bertahannuts di Gua Hira, datanglah malaikat Jibril a.s. membawa
tulisan dan menyuruh Muhammad SAW. untuk membaca katanya : “Bacalah”. Dengan
terperanjat Muhammad SAW. menjawab : “Aku tidak dapat membaca”. Beliau lalu
direngkuh beberapa kali oleh malaikat Jibril a.s. hingga nafasnya sesak, lalu
dilepaskannya seraya disuruhnya membaca sekali lagi : “bacalah”. Tetapi
Muhammad SAW. masih tetap menjawab : “Aku tidak dapat membaca”. Begitulah
keadaan berulang sampai tiga kali, dan akhirnya Muhammad SAW. berkata : “apa
yang kubaca”, kata jibril : Inilah wahyu yang pertama diturunkan oleh Allah
SWT. kepada Muhammad SAW. dan inilah pula saat penobatan beliau sebagai
Rasulullah, atau utusan Allah kepada seluruh umat manusia, untuk menyampaikan
risalah-Nya[38]).
Pada saat
menerima pengangkatan menjadi rasul ini, umur beliau mencapai 40 tahun 6 bulan
8 hari menurut tahun bulan (Qamariyah) atau 39 tahun 3 bulan 8 hari
menurut tahun matahari (Syamsiah)[39]).
Setelah menerima
wahyu itu beliau terus pulang kerumah dalam keadaan gemetar, sehingga minta
diselimuti oleh istrinya, Siti Khadijah. Istri yang patuh dan setia itu segera
menyelimutinya. Setelah agak cemas redanya, maka diceritakannya kepada istrinya
segala yang terjadi atas dirinya dengan perasaan cemas dan khawatir. Tetapi
istri yang bijaksana itu sekalipun tidak memperhatikan kekhawatiran dan
kecemasan hatinya bahkan dengan khidmad ia menatap mata suaminya, seraya
berkata : “berbahagialah hai anak pamanku, tatapkanlah hatimu, demi tuhan yang
jiwa Khadijah di dalam tangannya, saya harap engkaulah yang akan menjadi Nabi
bagi umat kita ini. Allah tidak akan mengecewakan engkau; bukankah engkau yang
senantiasa berkata benar selalu menumbuhkan tali silaturrahim, bukankah engkau
yang senantiasa menolong anak yatim, memuliakan tetamu dan menolong setiap
orang yang ditimpa kemalangan dan kesengsaraan?” demikianlah Siti Khadijah
menentramkan hati suaminya[40]).
Karena terlampau
lelah setelah mengalami peristiwa besar yang baru saja terjadi itu, maka
beliaupun tertidur. Sementara itu Siti Khadijah pergi kerumah anak pamannya
waraqah bin naufal, seorang yang tidak menyembah berhala, telah lama memeluk
agama nasrani dan dapat menulis dengan bahasa ibrani, telah mempelajari dan
menyalin ke bahasa Arab isi kitab Injil dan Taurat, usianya sudah lanjut dan
matanya sudah buta, lalu diceritakannya oleh Siti Khadijah, apa yang terjadi
atas diri suaminya. Setelah didengarkannya cerita Khadijah itu lalu ia berkata
: “Quddus, Quddus, demi tuhan yang jiwa waraqah di dalam tangannya, jika engkau
membenarkan aku, ya Khadijah, sesungguhnya telah datang kepadanya (Muhammad)
namus akrab (petunjuk Yang Maha Benar), sebagai pernah datang kepada Nabi Musa
a.s. ; ia sesungguhnya akan menjadi Nabi bagi umat kita ini. Dan katakanlah
kepadanya hendaklah ia tetap tenang”. Siti Khadijah kembali ke rumahnya, lalu
diceritakannya apa yang dikatakan oleh Waraqah Bin Nauf, kepada Rasulullah
dengan kata-kata yang lemah lembut yang dapat menghilangkan kecemasan dan
kekhawatiran Rasulullah.
Di dalam
kitab-kitab tarikh diriwayatkan, bahwa setelah badan Nabi Muhammad SAW.
kelihatan telah segar kembali dan telah seperti sedia kala, suaranya sidah
berangsur tenang, maka Khadijah mengajak Nabi segera pergi menemui waraqah bin
Nauf di rumahnya, dengan maksud hendak bertanya lebih lanjut secara langsung
kepadanya tentang peristiwa yang telah menimpa diri Nabi yang terjadi di gua
hira itu.
Sesampainya Nabi
bersama Khadijah di rumah Waraqah bin Nauf, lalu Nabi menceritakan apa-apa yang
baru dialaminya. Kemudian waraqah berkata: “quddus, quddus! Hai
(Muhammad) anak saudaraku, itu adalah rahasia yang paling besar yang diturunkan
Allah kepada Nabi Musa A.S. wahai kiranya aku dapat menjadi muda dan kuat,
semoga aku masih hidup, dapat melihat, ketika engkau dikeluarkan (diusir)
kaummu”.
Nabi setelah
mendengarkan perkataan Waraqah yang sedemikian itu, lalu beliau bertanya :
“Apakah mereka (kaumku) akan mengusir aku?” waraqah menjawab : “Ya, semua orang
yang datang membawa seperti apa yang engkau bawa ini, aku akan menolong engkau
dengan sekuat-kuat tenagaku”.
Dengan keteragan
waraqah itu, Nabipun merasa mendapat keterangan dan penjelasan yang jelas
tentang peristiwa yang bari dialaminya itu. Juga Khadijah memang teguh akan
keterangan-keterangan warakah itu, dan memang itulah yang dinanti-nantikan
selama ini, berita gembira tentang keangkatan suaminya menjadi Rasul[41]).
Hal ini
sebagaimana hadist sebagai berikut:
قال الإمام أحمد حدثنا عبدالرزاق حدثنا معمر عن الزهري عن عروة عن عائشة قالت: أول ما بدئ به رسول الله صلى الله عليه وسلم من الوحي الرؤيا الصادقة في النوم فكان لا يرى رؤيا إلا جاءت مثل فلق الصبح ثم حبب إليه الخلاء فكان يأتي حراء فيتحنث فيه - وهو التعبد - الليالي ذوات العدد ويتزود لذلك ثم يرجع إلى خديجة فيتزود لمثلها حتى فجأه الوحي وهو في غار حراء فجاءه الملك فيه فقال اقرأ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "فقلت ما أنا بقاريء - قال - فأخذني فغطنى حتى بلغ مني الجهد ثم أرسلني فقال اقرأ فقلت ما أنا بقارئ فغطني الثانية حتى بلغ مني الجهد ثم أرسلني فقال اقرأ فقلت ما أنا بقارئ فغطني الثالثة حتى بلغ مني الجهد ثم أرسلني فقال "اقرأ باسم ربك الذي خلق - حتى بلغ - ما لم يعلم" قال فرجع بها ترجف بوادره حتى دخل على خديجة فقال "زملوني زملونى" فزملوه حتى ذهب عنه الروع فقال يا خديجة "مالي؟" وأخبرها الخبر وقال "قد خشيت على نفسي" فقالت له كلا أبشر فوالله لا يخزيك الله أبدا إنك لتصل الرحم وتصدق الحديث وتحمل الكل وتقري الضيف وتعين على نوائب الحق ثم انطلقت به خديجة حتى أتت به ورقة بن نوفل بن أسد بن عبدالعزى بن قصي وهو ابن عم خديجة أخي أبيها وكان امرأ قد تنصر في الجاهلية وكان يكتب الكتاب العربي وكتب بالعربية من الإنجيل ما شاء الله أن يكتب وكان شيخ كبيرا قد عمي فقالت خديجة أي ابن عم اسمع من ابن أخيك فقال ورقة ابن أخي ما ترى؟ فأخبره رسول الله صلى الله عليه وسلم بما رأى فقال ورقة هذا الناموس الذي أنزل على موسى ليتنى فيها جذعا ليتني أكون حيا حين يخرجك قومك فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم "أو مخرجي هم؟" فقال ورقة: نعم لم يأت رجل قط بما جئت به إلا عودي وإن يدركني يومك أنصرك نصرا مؤزرا. ثم لم ينشب ورقة أن توفي وفتر الوحي فترة حتى حزن رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما بلغنا حزنا غدا منه مرارا كي يتردى من رءوس شواهق الجبال فكلما أوفى بذروة جبل لكي يلقى نفسه منه تبدى له جبريل فقال يا محمد إنك رسول الله حقا فيسكن بذلك جأشه وتقر نفسه فيرجع فإذا طالت عليه فترة الوحي غدا لمثل ذلك فإذا أوفى بذروة الجبل تبدى له جبريل فقال له مثل ذلك. وهذا الحديث مخرج في الصحيحين من حديث الزهري وقد تكلمنا على هذا الحديث من جهة سنده ومتنه ومعانيه في أول شرحنا للبخاري مستقصى فمن أراده فهو هناك محرر ولله الحمد والمنة فأول شيء نزل من القرآن هذه الآيات الكريمات المباركات وهن أول رحمة رحم الله بها العباد وأول نعمة أنعم الله بها عليهم.
Artinya :
A’isyah ra. berkata : Permulaan datangnya wahyu kepada Rasulullah SAW, ialah
berupa mimpi yang benar terjadi pada pagi harinya, kemudian beliau suka
menyendiri, lalu pergi ke bukit Hiraa’ untuk melakukan ibadah beberapa malam di
sana sambil membawa bekal sekedarnya. Kemudian kembali ke rumah Khadijah untuk
berbekal dan kembali ke Gua Hiraa’. Sampai tiba saatnya datang wahyu di Gua
Hiraa’ itu, yaitu datangnya Malaikat Jibril yang langsung menyeruh Nabi SAW. Iqra’
(Bacalah). Nabi SAW.. menjawab : Maa Ana Biqaari’ (aku tak dapat
membaca). Langsung Jibril mendekap Nabi SAW.. dengan erat sehingga terasa sangat
berat, kemudian dilepas dan langsung diperintah Iqra’. Jawab Nabi : Maa
Ana Biqaari’, maka didekap untuk yang ketiga kalinya sehingga lelah dan
habis tenaga, kemudian dilepas dan diperintahkan Iqra’ Bismi Rabbikal Ladzi
Kholaqa. Khalaqal Insaa Na Min Alaq. Iqra’ WArabbukal Akram. Alladzi Allama Bil
Qalam. Allamal insaa na maa lam ya’lam. Setelah dibaca oleh Nabi SAW. maka
pergilah Jibril, dan Nabi SAW.. langsung turun dari bukit dan sambil gemetar
seluruh tubuhnya sehingga masuk ke rumah Khadijah dan berkata : Zammiluna,
Zammiluna (selimuti aku, selimuti aku), maka diselimuti oleh Khadijah
sampai hilang rasa takut dan gemetarnya, lain Nabi SAW.. bersabda kepada
Khadijah memberitakan segala kejadiannya, kemudian bersabda : sebenarnya saya
tajut (khawatir) terhadap diriku. Jawab Khadijah : kallaa jangan khawatir,
jangan takut, terimalah kabar gembira, demi Allah, Allahtidak akan menghinakan
kau untuk selamanya, engkau suka menyambung famili kerabat, dan berkata benar,
dan menanggung berbagai keberatan, dan menjamu tamu dan suka membantu terhadap
segala kesukaran yang hak. Kemudian membawa Nabi SAW.. ke rumah Waraqah bin
Naufal sepupu Khadijah seorang kristen (nasrani) yang bisa menterjemahkan kitab
Injil ke Bahasa Arab, ia seorang tua yang telah buta, maka Khadijah berkata :
hai putra paman (sepupuku), dengarlah dari kemenakanmu ini. Waraqah bertanya :
apakah yang anda lihat hai kemenakanku? Maka Rasulullah SAW. menceritakan
semua kejadian. Yang terjadi padanya di dalam Gua Hira’ itu. Lalu waraqah berkata
: Itulah Malaikat yang menurunkan wahyu kepada Nabi Musa as. Aduh andaikan aku
masih kuat perkasa. Aduhai andaikan aku masih hidup ketika anda di usir oleh
kaummu. Rasulullah SAW. bertanya : “Apakah mereka akan mengusir aku?” jawab
Waraqah : “Ya, tiada seorang pun yang datang di musuhi, dan jika aku masih
hidup aku membantu, membela kepadamu pembelaan yang gilang gemilang (HR. Ahmad,
Bukhari, Muslim)[42]).
B.
Kajian Surat Al-Alaq Ayat 1-5
1. Ayat
ke-1 (اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ)
Kata Iqra’ (اقرأ) terambil dari kata kerja (قرأ)
Qara’a yang pada mulanya berarti menghimpun apabila anda merangkai huruf
atau kata kemudian anda mengucapkan rangkaian tersebut maka anda telah
menghimpunnya yakni membacanya. Dengan demikian, realisasi perintah tersebut
tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula
harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain karenanya, dalam kamus-kamus
ditemukan aneka ragam arti dari kaa tersebut. antara lain : Menyampaikan,
menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu dan
sebagainya, yang kesemuanya bermuara pada arti menghimpun[43]).
Ayat di atas
tidak menyebutkan objek bacaan – dan Jibril As. Ketika itu tidak juga membaca
satu teks tertulis dan karena itu dalam satu riwayat dinyatakan bahwa Nabi SAW.
bertanya : (ماأقرأ) Ma Aqra’ / apakah yang saya harus baca?[44]).
Beraneka ragam
pendapat ahli tafsir tentang objek bacaan yang dimaksud. Ada yang berpendapat
wahyu-wahyu Al-Qur’an, sehingga perintah itu dalam arti bacalah wahyu-wahyu
Al-Qur’an ketia dia turun nanti ada pula yang berpendapat objeknya adalah Ismi
Rabbika sambil menilai huruf Ba’ yang menyeritai kata ismi adalah
sisipan sehingga ia berarti bacalah nama Tuhanmu atau berzikirlah. Tapi jika
demikian mengapa Nabi SAW. menjawab : “Saya tidak dapat membaca.”
Seadainya yang dimaksud adalah perintah berzikir tentu beliau tidak menjawab
demikian sehingga jauh sebelum datang wahyu beliau telah senantiasa
melakukannya.
Muhammad ‘Abduh
memahami perintah membaca disini bukan sebagai beban tugas yang harus
dilaksanakan (Amr Taklifi) sehingga membutuhkan objek, tetapi ia dalah
Amr Takwini yang mewujudkan kemampuan membaca secara aktual pada diri pribadi
Nabi Muhammad SAW. pendapat ini dihadang oleh kenyataan bahwa setelah turunnya
perintah inipun Nabi SAW.. masih tetap dinamai sebagai seorang ummi
(tidak pandai membaca dan menulis), disisi lain jawaban Nabi kepada Jibril
ketika itu tudak mendukung untuk pemahaman tersebut[45]).
Kaidah
menyatakan, “Apabila suatu kata kerja yang membuthkan objek tetapi tidak
disebutkan objeknya maka objek yang dimaksud bersifat umum, mencakup segala
sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata tersebut.” dari sini dapat ditarik
kesimpulan bahwa karena kata Iqra’ digunakan dalam arti membaca,
menelaah, mennyampaikan dan sebagaianya dan karena objeknya bersifat umum maka
objek kata tersebut mencakup segala yang dapat terjangkau, baik ia merupakan
perkataan suci yang bersumber dari tuhan maupun bukan, baik ia menyangkut
ayat-ayat yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Alhasil perintah Iqra’
mencakup telah terhadap alam raya, masyarakat dan dirisendiri, serta bacaan
tertulis, baik suci maupun tidak.
Huruf ba’
(ب) pada kata bismi (بِاسْم)
ada juga yang memahaminya sebagai berfungsi menyertaan atau mulabasah
sehingga dengan demikian ayat tersebut berarti “Bacalah disertai dengan nama
Tuhanmu.”[46])
Sementara ulama
memahami kalimat bismi rabbika bukan dalam masa Jahiliyah, mengaitkan
suatu pekerjaan dengan nama sesuatu yang mereka agungkan. Itu memberi kesan
yang baik atau katakanlah “berkata” terhadap pekerjaan tersebut juga untuk
menunjukkan bahwa pekerjaan tadi dilakukan semata-mata karena “Dia” yang
namanya disebutkan itu. Misalnya sebelum turunnya Al-Qur’an kaum musrikun
sering berkatan “Bismi Allata” dengan maksud bahwa apa yang merek alakukan
tidak lain kecuali demi karena tuhan berhala “Allata” itu, dan bahwa mereka
mengharapkan “Anugerah Dan Berkata “dari berhala tersebut.”
Di sisi lain,
penamaan dengan nama sesuatu yang dimuliakan seringkali bertujuan agar yang
dinamai itu mendapat “bekas” dari sifat tau keadaan si pemilik nama yang
diambil itu. Suatu lembaga, atau seoranganak diberi nama tokoh-tokoh tertentu
dengan maksud di samping mengabadikan nama tokoh itu juga mengundang Si Anak
untuk mencontoh sifat-sifat terpuji tooh-tokoh tersebut.
Mengaitkan
pekerjaan membaca dengan nama Allah mengantarkan pelakunya untuk tidak
melakukannya kecuali karena Allah hal ini akan menghasilkan kebadian karena
hanya Allah yang kekal abadi dan hanya aktivitas yang dilakukan secara ikhlas
yang akan diterima-Nya tanpa keiklasan, semua aktifitas akan berakhir dengan
kegagalan dan kepunahan. Sebagaimana dalam surat Al-Furqan ayat 23.
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
Artinya : Dan Kami
hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan)
debu yang berterbangan[47].
Syekh’ Abdul
Halim Mahmud (Mantan Pemimpin Tertinggi Al-Azhar Mesir) yang menulis dalam
bukunya, Al-Qur’an fisyabr Al-Qur’an bahwa : “Dengan kalimat Iqra’
bismi rabbik, Al-Qur’an tidak sekedar memerintahkan untuk membaca, tapi
‘membaca’ adalah lambang dari segala apa yang dilakukan oleh manusia, baik yang
sifatny aktif maupun fasif.
Kalimat tersebut dalam pengertian dan
semangatnya ingin mengatakan ‘bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi ruhanmu,
bekerjalah demi tuhanmu.’ Demikian juga apabil anda berhenti bergerak atau
berhenti melakukan aktifitas maka hendaklah tersebut didasarkan pada bismi
rabbik sehingga pada akhirnya ayat tersebut berarti ‘jadikanlah seluruh
kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan tujuannya, kesemuannya demi karena Allah.[48])
Kata Rabb
(رَبِّ) seakar dengan kata (تربية)
tarbiyah atau pendidikan. Kata ini memiliki arti yang berbeda-beda namun pada
khirnya arti-arti itu mengacu kepada pengembanga, peningkatan ketinggian,
kelebihan, serta perbaikan. Kata Rabb maupun tarbiyah berasal
dari kata Rabba – Yarbu (ربا-
يربو) yang dari segi pengertian kebahasaan
adalah kelebihan. Dataran tinggi dinamai (ربوة)
rabuah, sejenis roti yang dicampur dengan air sehingga membesar dan
membengkak disebut (الربو)Arrab.[49]
Kata Rab
apabila berdiri sendiri maka yang dimaksud adalah “Tuhan” yang tentunya antara
lain karena dialah yang melakukan tarbiyah (pendidikan) yang pada hakikatnya
adalah pengembangan, peningkatan serta perbaikan mahluk ciptaan-Nya
Agaknya
penggunaan kata Rabb dalam ayat ini dan ayat-ayat semacamnya dimaksudkan
untuk menjadi basar perintah mengikhlaskan diri kepada-Nya, sambil menunjuk
kewajaran-Nya untuk disembah dan ditaati.
Dalam wahyu-wahyu
pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW. tidak ditemukan kata Allahatau tetapi
kata yang digunakan untuk menunjuk tuhan adalah Rabbuka/Tuhanmu wahai Nabi
Muhammad- yakni bukan tuhan yang dipercaya kaum musrikin. Perhatikan lima ayat
surah ini, demikian juga wahyu berikutnya, surah Almuddats-Tsir, Al-Qalam, awal
surah Al-Muzzamil dan surah tabbat. Surah-surah sesudahnya sampai dengan surah
Sabbihisma kesemuannya menggunakan kata Allah, kecuali bila ayat surah itu
turun terpisah dengan ayat-ayat surah lainnya. Rujuklah ke buku penulis, tafsir
atas surah-surah wahyu surah sabbihisma. Tidak digunakannya kata Allah karena
kaum musyrikin percaya juga kepada Allah, tetapi keyakinan mereka tentang Allah
jauh berbeda dengan keyakinan yang dihayati dan diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Mereka misalnya bahwa ada hubungan
tertentu antara Allah dan jin[50]).
(qs. Ash-sahaffat 37 : 158)
وَجَعَلُوا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِنَّةِ نَسَبًا وَلَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنَّةُ إِنَّهُمْ لَمُحْضَرُونَ
Artinya : Dan
mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. Dan sesungguhnya jin
mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke neraka)[51])
Dan bahwa Allah memiliki anak-anak
wanita (QS. Al-Isra’ 17 : 40)
أَفَأَصْفَاكُمْ رَبُّكُمْ بِالْبَنِينَ وَاتَّخَذَ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِنَاثًا إِنَّكُمْ لَتَقُولُونَ قَوْلًا عَظِيمًا
Artinya : Maka
apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang Dia sendiri
mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu
benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya)[52]).
Dan bahwa mereka
tidak dapat berkomunikasi secara langsug kepada-Nya sehingga para Malaikat dan
berhala-berhala perlu disembah sebagai perantara antara manusia dengan Allah.
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Artinya :
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan
orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka
tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki
orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar[53]).
Kepercayaan
seperti yang dikemukakan ini jelas berbeda dengan ajaran Al-Qur’an atau yanga
diyakini oleh Nabi Muhammad SAW. hingga jika seandainya dinyatakan Iqra’
bismillah atau “percayalah kepada Allah,” maka kaum musyrikin akan berkata
“kami telah melakukannya.”
Kata Khalaqah (خَلَقَ) dari segi pengertian kebahasaan memiliki sekian banyak arti,
antara lain ; menciptakan (dari tiada), membuat dan sebagainya. Kata ini
biasanya memberikan tekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allahdalam
ciptaan-Nya. Berbeda dengan kata ja’ala (جعل)
yang mengandung penekanan terhadap manfaat yang harus ataudapat diperoleh dari
sesuatu yang dijadikan itu[54]).
Objek khalaqah
pada ayat ini tidak disebutkan sehingga objeknya pun sebagaiana Iqra’
bersiifat umum, dan dengan demkian Allah adalah pencipta semua mahluk.
2. Ayat
ke-2 (خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ)
Ayat ini dan
ayat-ayat berikutnya memperkenalkan Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad SAW.
dan yang diperintahkan oleh ayat yang lalu untuk membaca dengan nama-Nya serta
demi untukin-Nya. Dia adalah tuhan yang telah menciptakan manusia yakni semua
manusia- kecuali Adam dan Hawwa’ – dari ‘Alaq segumpal darah atau sesuatu yang
bergantung didinding rahim.
Dalam
memperkenalkan perbuata-perbuatan-Nya, penciptaan merupakan hal pertama yang
dipertegas, karena ia merupakan persyaratan bagi terlaksananya
perbuatan-perbuatan lain. Rincian mengenai pengenalan tersebut ditemukan dalam
ayat-ayat yang turun kemudian, khususnya pada periode Mekah. Perlu digaris
bawahi bahwa pengenalan tersebut tidak hanya tertuju kepada akal manusia tetapi
juga kepada kesadaran batin dan intuisinya bahkan seluruh totalitas manusia,
karena pengenalan akal semata-mata tidak berarti anyak. Sementara pengenalan
hati diharapkan dapat membimbing akan dan pikiran sehingga anggota tubuh dapat
menghasilkan perbuatan-perbuatan baik serta memelihara sifat-sifat terpuji.
Kata (الْإِنْسَانَ) Al-Insan/manusia terambil dari kata (انس) uns/senang, jinak, dan harmonis, atau dari kata (نسي) nis-y yang berarti lupa. Ada juga yangperpendapat berasal dari
(نوس) naus yakni gerak ata dinamika[55]).
Makna-makna di
atas paling tidak memberikan gambaran sepintas tentang potensi atau sifat
mahluk tersebut yakni bahwa ia memiliki sifat lupa, dan kemampuan bergerak yang
memelihara dinamika. Ia juga adalah mahluk yang selalu atau sewajarnya
memelihara rasa senang, harmonisme dan kebahagiaan kepada pihak-pihak lain.
Kata insan
menggambarkan manusia dengan berbagai keragaman sifatnya. Kata ini berbeda
dengan kata (بشر) basyar yang juga diterjemahkan dengan
“manusia’ tetapi naknanya lebih banyak mengacu kepada manusia dari segi fisik
serta nilainya yang tidak berbeda antara seseorang manusia dengan manusia lain[56]).
Manusia adalah
mahluk pertama yang disebut Allah dalam Al-Qur’an melalui wahyu pertama. Bukan
saja karena ia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, atau karena segala
sesuatu dalam alam raya ini diciptakan dan ditundukkan Allah demi
kepentingannya, tetapi juga karena kitap suci Al-Qur’an ditunjukkan kepada
manusia guna menjadi pelita kehidupannya. Salah satu cara yang ditempuh oleh
Al-Qur’an untuk mengantar menusia menghayati petunjuk-petunjuk Allah adalah
memperkenalkan jati dirinya antara lain dengan menguraikan proses kejadiannya.
Ayat kedua surat Iqra’ menguraikan secara singkat hal tersebut.
Kata alaq’ (عَلَقٍ) dalam kamus-kamus bahasa Arab digunakan dalam arti segumpal
darah, dalam arti cacing yang terdapat di dalam air. Bila diminum oleh binatang
maka ia tersangkut di kerongkongnya. Banyak ulama masa lampau memahami ayat di
atas dalam pengertian pertama. Tetapi ada juga yang memahaminya dalam arti
sesuatu yang tergantung di dinding rahim. Ia karena para pakar arkeologi
menyatakan bahwa setelah terjadinya pertemuan antara sperma dan indung telur ia
berperoses dan membelah menjadi dua, kemudian empat, kemudian delapan demikian
seterusnya sambil bergerak menuju ke kantong kehamilan dan melekat berdempet
serta masuk ke dinding rahim.
Bisa juga kata ‘alaq
dipahami sebagai berbicara tentang sifat manusia sebagai mahluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri tetapi selalu bergantung kepada selainnya. Ia serupa
dengan firman Allah khauliqa al-insanu min ‘ajal manusia dicitakan
(bersifat tergesa-gesa).
خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ سَأُرِيكُمْ ءَايَاتِي فَلَا تَسْتَعْجِلُونِ
Artinya :
Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan
kepadamu tanda-tanda (azab) -Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku
mendatangkannya dengan segera[57].
3. Ayat
ke-3 (اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ)
Setelah
memerintahkan membaca dengan meningkatkan motivasinya yakni dengan nama Allah,
kini ayat di atas memerintahkan membaca dengan menyampkan janji Allah
manfaatmembaca itu. Allah berfirman : “Baacalah berulang-ulang dan tuhan
pemeliharaan dan pendidikan-mu maha pemurah sehingga akan melimpahkan aneka
karunia.
Ayat tiga di atas
mengulangi perintah membaca. Ulama berbeda pendapat tentang tujuan pengulangan
itu. Ada yang menetapkan bahwa perintah pertama ditujukan kepadapribadi Nabi
Muhammad SAW., sedang yang kedua kepada umatnya, atau yang pertama untukmembaca
dalam sholat, sedang yang kedua di luar solat. Pendapat ketiga menyatakan yang
pertama perintah belajar, sedang yang kedua adalah perintah mengajar orang lain.
Adalagi yang menyatakan bahwa perintah kedua berfungsi mengukuhkan guna
menanamkan rasa percaya diri kepada Nabi Muhammad SAW., tentang kemampuan
beliau membaca karena tadinya beliau tidak pernah membaca.
Syekh muhammad
abduh mengemukakan sebab lain, menurutnya kemampuan membaca dengan lancar dan
baik tidak dapat diperoleh tanpa mengulang-ngulangi atau melatih diri secara
teratur, hanya saja keharusan latihan demikian itu tidak berlaku atas dir Nabi
Muhammad SAW. dengan adanya pengulangan perintah membaca itu. Abduh sebagaimana
yang telah dikemukakan sebelum ini berpendapat bahwa perintah Iqra’
adalah perintah taqwini, yaitu titah penciptaan kemampuan membaca atau
menghimpun secaraaktual bagi diri Nabi Muhammad SAW. tetapi pendapat itu
mengandung kelemahan, karena kalaulah kata Iqra’ yangpertama dipahami
sebagaiamr taqwini maka apakah setelah terwujudnya kemampuan membaca kepada
diri Nabi menyusul adanya perintah Iqra’ yang pertama itu masih
dibutuhkan lagi perintah Iqra’ kedua guna memperlancar kemampuan beliau?
Tidakkkah Iqra’ pertama telah mencakupnya?[58]).
Hemat penulis
perintah membaca yang kedua ini dimaksudkan agar beliau lebih banyak membaca, menelaah,
memperhatikan alam raya, serta membaca kitap yang tertulis dan tidak tertulis
dalam rangka mempersiapkan diri terjeun ke masyarakat.
Kata (الْأَكْرَم) al-akram biasa diterjemahkan dengan yang maha atau paling
pemurah atau semualia-mulia. Kata ini terambil dari kata qaroma yang antara
lain berarti memberikan dengan mudan dan tanpa pamrih, bernilai tinggi,
terhormat, setia dan sifat kebangsawanan[59]).
Dalam Al-Qur’an
ditemukan kata karim terulang sebanyak 27 kali tidak kurang dari 13 subyek yang
disifati dengan katatersebut, yang tentu saja berbeda-beda maknanya dan karena
itu pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa kata ini digunakan untuk
menggambarkan sifat terpuji yang sesuai denga objek yang disifatinya.
Ucapan yang karim adalah ucapan yang baik, indah terdengar, benar susunan dan
kandungannya, mudah dipahami serta menggambarkan segala sesuatu yang ingin
disampaikan oleh pembicara. Sedang rezeki yang karim adalah yang memuaskan,
bermanfaat serta halal[60]).
Allah menyandang
sifat karim menurut Imam Ghazali sifat ini menunjuk kepada-Nya yang mengandung
makna antara lain bahwa : “Dia yang bila berjanji, menepati janji-Nya bila
memberi, melampaui batas harapan pengharap-Nya. Tidak peduli berapa dan
kepada siapa dia memberi. Dia yang tidak tidak rela apabila ada kebutuhan yang
dimohonkan kepada selain-Nya. Dia yang bila (kecil hati), menegur tanpa
berlebih. Tidak mengabaikan siapa pun yang menuju dan berlindung kepada-Nya,
dan tidak membutuhkan sarana atau prantara.
Ibn al-‘Arabi
menyebut enambelas makna dari sifat Allah ini, antara lain yang disebut oleh
Al-Ghazali di atas, dan juga “dia yang bergembira dengan diterimanya
anugrah-Nya, serta yang memberi sambil memuji yang diberi-Nya, dia yang memberi
siapa yang menghendaki-Nya, bahkan memberi sebelum diminta dan lain-lain”[61].
Kata al-karim
yang menyifati Allah dalam Al-Qur’an, semuanya menunjukkan kepada-Nya dengan
kata rabb, bahkan demikian juga kata akram sebagaimana terbaca di atas.
Penyipatan rabb dengan
al-karim yang menyifati Allah dalam Al-Qur’an, kesemuanya menunjukkan
kepada-Nya dalam berbagai aspek), dikaitkan dengan rububiyyah-Nya yakni
pendidikan, pemeliharaa dan perbaikan mahluk-Nya, sehingga anugrah tersebut
dalam kadar dan waktu selalu berbarengan serta bertujuan perbaikan dan
pemeliharaan.
Kata (الْأَكْرَم) Al-akram yang berbentuk superlatif adalah satu-satunya ayat di
dalam Al-Qur’an yang menyifati tuhan dalam bentuk tersebut. Ia mengandung
pengertian bahwa. Dia dapat menganugrahkan puncak dari segala yang terpuji bagi
setiap hamba-Nya, terutama dalam kaitannya degan perintah membaca. Dari sini
kita tidak wajar memahami perintah membaca yang kedua ini hanya terbatas
tujuannyauntuk menolak alasan Nabi “saya tidak dapat membaca,” tidak pula
untuk sekedar menanamkan rasa percaya diri, atau berfungsi penganti
“mengulang-ulangi bacaan,” tetapi jauh lebih dalam dan lebih las, seluas
pengertian kata akram yang berbentuk superlatif dan seluas kata karam yang
menyifati Allah SWT.
Sebagai mahluk kita
tidak dapat menjangkau betapa besar karam Allah SWT. Karena keterbatasan kita
di hadapan-Nya. Namun demikian sebagian darinya dapat diungkapkan sebagai
berikut :
“Bacalah wahai
Nabi Muhammad, Tuhanmu akan menganugrahkan dengan sifat kemurahan-Nya pengetahuan
tentang apa yang tidak engkau ketahui. Bacalah dan ulangi bacaan tersebut
walaupun objek bacaannya sama, niscaya tuhanmu akan memberikan pandangan serta
pengertian baru yang tadinya engkau belum peroleh pada bacaan pertama dalam
objek tersebut.” “bacalah dan ulangi bacaan, tuhanmu akan memberikan manfaat
kepadamu, manfaat yang banyak tidak terhingga karena dia akram memiliki segala
macam kesempurnaan.”
Di sini kita
dapat melihat perbedaan antara perintah membaca pada ayat pertaa dan perintah
membaca pada ayat ketiga, yakni yang pertama menjelaskan syarat yang harus
dipenuhi seseorang ketrika membaca (dalam segala pengertian) yaitu membaca demi
karena Allah, sedang perintah yang kedua enggambarkan manfaat yang diperoleh
dari bacaan bahkan pengulangan bacaan tersbeut.
Dalam ayat ketiga
ini Allah menjanjikan bahwa pada saat seseorang membaca dengan ikhlas karena
Allah akan menganugrahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman-pemahaman,
wawasan-wawasan baru walaupun yang dibacanya itu-itu juga. Apa yang dijanjikan
ini terbukti secara sangat jelas. Kegiatan ‘membaca” alam raya ini telah
menimbulkan fenomena-fenomena baru yang membuka rahasia-rahasia alam, walaupun
objek bacaannya itu-itu juga. Ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh generasi
terdahulu dan alam raya yang mereka huni, adalah sama tidak berbeda, namun
pemahaman mereka serta penemuan rahasianya terus berkembang[62]).
4. Ayat
ke-4 (الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ) dan Ayat ke-5 (عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَم)
Ayat-ayat yang
lalu menegaskan kemurahan Allah SWT. Ayat di atas melanjutkan dengan memberi
contoh sebagaian dari kemurahan-Nya iu dengan menyatakan bahwa : dia yang maha
pemurah itu yang mengajar manusia dengan pena yakni dengan sarana dan usaha
mereka, dan dia juga yang mengajar manusia tanpa alat da usaha mereka apa yang
belum diketahuinya.
Kata (القلم) Al-Qalam terambil dari kata kerja (قلم)
qalama yang berarti memotong ujung sesuatu. Memotong ujung kuku disebut (تقليم) taqlim. Tombak yang dipotong ujungnya sehingga meruncing
dinamai (مقالم) maqalim. Anak panah yang runcing ujungnya
dan yang bisa digunakan untuk mengundi dinamai pula qalam sebagaimana
firman Allah:
ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلَامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ(44)
Artinya : Yang
demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada
kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka
melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang
akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka
bersengketa[63].
Alat yang
digunakan untuk menulis dinamai pula qalam karena pada mulaya alat tersebut
dibuat dari suatu bahan yang dipotong dan diruncingkan ujungnya.
Kata qalam di
sini dapat berarti hasil dari penggunaan alat ersebut, yakni tertulis. Ini
karena bahasa, sering kali menggunakan kaya yang berarti “alat” atau “penyebab”
untuk menunjuk ‘akibat” ayau “hasil” dari penyebab atau penggunaan alat
tersebut. misalnya, jika seseorang berkata, “saya khawatie hujan”, maka yang
dimaksud dengan kata “hujan” adalah basah atau sakit, hujan adalah penyebab
semata.
Makna di atas
dikuatkan oleh firman Allah dalam QS Al-Qalam ayat 1 yakni firman-Nya nun demi
qalam dan apa yang mereka tulis.
ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ(1)
Artinya : Nun,
demi kalam dan apa yang mereka tulis[64]
Apalagi
disebutkan dalam sekian banyak riwayat bahwa awal surah al-qalam turun setelah
akhir ayat kelima surat Al-Alaq. Ini berarti dari segi masa turunnya kedua kata
qalam tersebut berkaitan erat, bahkan bersambung walaupun urtan penulisnnya
dalam mushaf tidak demikian.
Pada kedua ayat
di atas terdapat apa yang dinamai ihtibak yang maksudnya adalah tidak
disebutkan sesuatu keterangan, yang sewajarnya ada pada dua susnan kalimat yang
bergandengan, karena keterangan yang dimaksud telah disebut pada kalimat lain.
Pada ayat 4 kata manusia tidak disebut karena telah disebut pada ayat 5, dan
pada ayat 5 kalimat tanpa pena tidak disebut karen apada ayat 4 telah
diisyaratkan makna itu dengan disebutnya pena. Dengan demikian kedua ayat di
ayas dapat berarti “Dia (Allah) mengajarkan denga pena (tulisan) (hal-hal yang
telah diketahui manusia sebelumnya.” Sedang kalimat “tanpa pena” ditambahkan
karena ungkapan ‘telah diketahui sebelumnya” adalah khazanah pengetahuan dalam
bentuk tulisan[65]).
Dari uraian di
atas kita dapat menyatakan bahwa kedua ayat di atas menjelaskan dua cara
yang ditempuh Allah SWT. Dalam mengajar manusia. Pertama melalui pena (tulisan)
yang harus dibaca manusia, dan yang kedua mealui pengajaran secara lengsung
tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah (علم لدني) ilm ladunniy.
Pada awal surah
ini, Allah telah memperkenalkan diri sebagai yang maha kuasa, maha mengetahui
dan maha pemurah. Pengteahuan-Nya meliputi segala sesuatu. Sedangkan karan
(kemurahan)-Nya tidak terbatas, sehingga dia kuasa dan berkenaan untuk
mengajarkan manusia dengan atau tanpa pena.
Wayu-wahyu ilahi
yang diterima oleh manusia-manusia agung yang siap dan suci jwanya adalah
tingkat tertinggi dari bentuk pengajarann-Nya tanpa alat dan tanpa usaha
manusia. Nabi Muhammad SAW. dijanjikanoleh Allah SWT dalam wahyu yang pertama
untuk termasuk dalam kelompok tersebut.
BAB IV
URGENSI BELAJAR MENURUT AL-QUR’AN
KAJIAN SURAT AL-ALAQ AYAT 1-5
Surat Al-Alaq
(Iqra’) termasuk pertama ayat Al-Qur’an yang diturunkan dari Al-Qur’an, di
Makkah 19 ayat, 93 kalimat dan 280 huruf. Dalam surat Al-Alaq yang kita padang
sebagai surat pertama Al-Qur’an yang diturunkan, dapatlah kita lihat suatu
gambaran yang hidup mengenai suatu pristiwa terbesa yang pernah terjadi pada
sejarah manusia, yaitu pertemuan nabi Muhammad dengan Jibril untuk pertama kali
di Gua Hiro’ dan penerimaan wahyu yang pertama setelah nabi berusia 40 tahun.
Bagian pertama
surat Al-Alaq ini mengarahkan Muhammad SAW kepada Allah agar ia berkomunikasi
dengan Allah dan ia dengan nama Allah membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang diterima
melalui wahyu/Jibril (bukan membaca tulisan di atas kertas, sebab ia adalah
ummi/tidak pandai baca tulis). Sebab dari Allah lah asal mula segala makhluk
dan kepadanya pulalah kembali kepadanya itu.
Wahyu pertama itu
juga mengingatkan, bahwa Allah telah memuliakan/ menjunjung martabat manusia
dengan memalui pena (tulis baca). Artinya dengan proses belajar mengajar itu
manusia dapat menguasai ilmu-ilmu pengetahuan dan dengan ilmu-ilmu pengetahuan
ini manusia dapat mengetahui rahasia alam semesta yang sangat bermanfaat bagi
kesejahteraan hidupnya. Padahal manusia itu dijadikan oleh Allah dari segumpal
darah yang melekat dirahim ibu.
Surat Al-Alaq 1-5
diturunkan sewaktu Rasulullah SAW. berkhalwat di Gua Hiro, ketika itu beliau
berusia 40 tahun. Ayat-ayat merupakan ayat-ayat pertama kali diturunkan, yang
sekaligus merupakan tanda pengangkatan Muhammad sebagai Rasul Allah.
Surat Al-Alaq 1-5
mengandung pengertian bahwa untuk memahami segala macam ilmu pengetahuan,
seseorang harus pandai dalam membaca. Dalam membaca itu harus didahului dengan
menyebut nama Tuhan ; yakni dengan membaca “BasmAllah” terlebih dulu dan ingat
akan kekuasaan yang dimiliki-Nya, sehingga ilmu yang diperoleh dari membaca
itu, akan menambah dekatnya hubungan manusia dengan khaliknya.
Allah SWT
menjelaskan bahwa dialah yang menciptakan manusia dari segumpal darah dan
kemudian menjadikan makhluk yang paling mulia. Ini menunjukkan betapa maha
kuasanya Allah SWT.
Pada ayat
berikutnya Allah SWT. Mengulang memerintahkan membaca itu mengetahui kemuliaan
Allah Yang Maha Pemurah.
Dengan limpahan
karunia-Nya, dia mengajarkan kepada manusia kemampuan membaca dan kemampuan
menggunakan pena (kemampuan baca tulis), yang menyebabkan manusia dapat
mempelajari berbagai persoalan, sehingga manusia dapat menguasai berbagai ilmu
yang diperlukan dalam hidupnya.
Adapun Firman
Allh SWT. Tentang keutamaan menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah:
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ ءَايَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ(151)
Artinya :
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni`mat Kami kepadamu) Kami telah
mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada
kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As
Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui (QS. Al-
Baqarah, 151).
قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُروا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ(137)
Artinya :
Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; karena itu berjalanlah
kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul) (QS. Al-Imran, 137).
لَوْلَا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ(63)
Artinya :
Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka
mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram?. Sesungguhnya amat buruk
apa yang telah mereka kerjakan itu (Al-Maidah, 63).
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي ءَاتَيْنَاهُ ءَايَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ(175)
Artinya : Dan
bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat
Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada
ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah
dia termasuk orang-orang yang sesat (QS. Al-A’raf, 175).
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ(176)
Artinya : Dan
kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya
yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya
diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya
(juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir
(QS. Al-A’raf, 176).
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ(122)
Artinya :
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya (QS. Attaubah, 122).
وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ءَايَتَيْنِ فَمَحَوْنَا ءَايَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا ءَايَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا(12)
Artinya : Dan
Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam
dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu,
dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala
sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas (QS. Al-Isra’, 12).
قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا(66)
Artinya : Musa
berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu?" (QS. Al-Kahfi, 66).)
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْءَانِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا(114)
Artinya : Maka
Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa
membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah:
"Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (QS. Thaahaa,
114).
مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ(5)
Artinya :
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada
memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah
buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada
memberi petunjuk kepada kaum yang zalim (QS. Al-Al-jumu’ah, 5).
Adapun hadists Nabi yang berkaitan
dengan keutamaan belajar adalah:
من سلك طر يقا يطلن فيه علما سلك الله نه طر يقا الى ﺔﻨﺠﻠﺍ
Artinya : “Barang siapa
menempuh jalan yang padanya ia menuntut ilmu maka Allah menempuhkannya jalan
surga”
ان الملا ءكت لتضع اجنحتها لطا لب العلم رظا نما يصنع
Artinya : “sesungguhnya
malaikat itu membentangkan sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu karena ridha
kepada apa yang ia lakukan”
لان تغد وقتتعلم با با من العلم خير من ان تصلى ماﺔﻋ ركعت
Artinya : “sesungguhnya
kamu pergi lalu kamu belajar satu babdari ilmu itu baik dari pada kamu sholat
seratus raka’at”
با ب من العلم يتعلمه الر جل جير له من الد نيا وما قيها
Artinya : “Satu bab dari
ilmu yang dipelajari oleh seseorang adalah lebih baik baginya daripada dunia
dan apa yang ada padanya”
اطلبو االعام و لو نا لصين
Artinya : “Tuntutlah ilmu
walau di cina”
طلبو االعام فر ﺔﻀﻳ على كل مسلم
Artinya : “Menuntut
ilmuitu fardhu atas setiap muslim”
العلم خز اعن مفا تيحها السؤ ال فا سعلو افا نه يؤ جر فيه ار ﺔﻌﺑ : السا عل والعا لم والمستمع والمحب لهم
Artinya : “Ilmu itu
gudang, kuncinya adalah bertanya. Ketahuilah maka bertanyalah. Sesungguhnya
padanya diberi pahala empat orang, yaitu : penanya, orang yang berilmu,
pendengardan orang yang senangkeada mereka”
لا ينبغى للجا هل ان يسكت على جهله ولا للعا لم ان يسكت على علمه
Artinya : “tidak seyogyanya bagi orang
bodoh dia, atas kebodohannya, dan tidak seyogya atas orang yang berilmu untuk
diam atas ilmunya”
حضور مجلس ها لم الف ركعة وعيا دة الف مر يض وشهود الف جنا زةو فقيل يا رسول الله ومن قر اءة القران؟ فقا ل صلى الله عليه وسلم وهل ينفع القر ان الا با لعلم
Artinya : menghadiri majelis
orang ‘alim itu adalah lebih utama dari pada shalat seribu raka’at, menjenguk
sribu orang sakit dan menghadiri seribu zanajah”. Lalu ditanyajan : “wahai
rasulullah dan dari membaca al qur’an ?” lalu beliau saw bersabda: “apakah
al-qur’an itu bermanfaat kecuali dengan ilmu?”
من جا ءه الموت وهو يطلب العلم ليحيى الا سلام فبينه وبين الا نبيا ء فى الجنة درجة واحدة
Artinya : “Barang siapa didatangi
kematian di mana ia sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam maka antara
ia dan para nabi di syurga adalah satu derajat/tingkatan”
Adapun atsar (kata-kata shahabat)
mengenai keutamaan belajar adalah :
1. Ibnu
abbas ra berkata : “saya rendahkan penuntut (ilmu) dan saya muliakan sesuatu
yang dituntutnya (ilmu)”.
2. Ibnu
abi mulaikah rahimahullah berkata : “Saya tidak pernah melihat orang seperti
ibnu abbas, apabila saya melihatnya maka saya melihat orang yang wajahnya
paling tampan. Dan apabila ia berbicara maka ia orang yang paling banyak
ilmunya”.
3. Ibnu
Mubarak rahimahullah berkata : “saya heran terhadap orang yang tidak
menuntut ilmu, bagaimanakah ia mengajak dirinya kepada kemuliaan?”.
4. Sebagian
hukama’ berkata : “sesunguhnya saya tidak sayang kepada orang-orang seperti
sayangku kepada salah satu dari orang, yaitu : seorang yang mempelajari ilmu
namun ia tidak menuntutnya”.
5. Abud
darda’ ra : “sesungguhnya sayabelajar satu masalah lebih saya sukai dari
pada mendirikan mala (shalat sunat di malam hari)”. Dan ia berkata juga: “orang
yangberilmu dan orang yang belajar ilmu itu adalah dua sekutu dalam kebaikan,
sedangkan seluruh manusia (lainnya) adalah dungu, tidak ada kebaikan padanya”.
Dan ia berkata juga : “jadilah orang pandai atau orang belajar atau orang yang
mendengarkan (ilmu) dan jangan kamu menjadi orang yang keempat maka kamu binasa”.
6. Atha’
berkata : “majelis ilmu itu menghapus tujuh puluh majelis dari makelis yang
lahan (sia-sia)”.
7. Umar
ra berkata : “kematian seribu abid (ahli ibadah) yang mendirikan malam dan
puasa di siang hari adalah lebih ringan dari pada kematian seorang “alim yang
mengetahui apa yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah”.
8. Asy
syafi’I berkata : “menuntut ilmu itu adalah lebih utama dari pada shalat
sunnat”.
9. Abnu
abdil hakam rahimahullah berkata : “saya di sisi malik belajar ilmu lalu
masuk waktu zuhur lalu saya kumpulkan kitab-kitab untuk shalat”. Maka ia
berkata : “hai ini, apa yang kamu bangkit kepadanya tidaklah lebih utama dari
pada yang kamu ada padanya, apabila niat itu benar”.
10. Abud darda’ berkata ; “barang
siapa memandang bahwa pergi mencari/menuntut ilmu itu tidak termasuk jihad maka
ia adalah orang yang telah berkurang pendapat dan akalnya”.
Sudah menjadi
suatu keniscayaan bahwa kemajuan dalam bidang pendidikan adalah salah satu
syarat bagi sebuah negara untuk ikut sejajar dalam deretan negara-negara maju
sekaligus disebut sebagai negara yang bermartabat. Apalagi sekarang kita sudah
mengenal konsep tentang Sumber Daya Manusia (SDM), suatu konsep yang langsung
terkait dengan peranan pendidikan. Sudah merupakan dalil yang terbukti mantap,
bahwa masyarakat dan bangsa dengan SDM yang berkualitas tinggi akan membawa
kejayaan warganya., dan membuat negara menjadi maju, perkasa dan bermartabat.
Kekayaan sumber daya manusia yang berkualitas, yang berarti kemampuan tinggi
dalam berpikir dan bekerja sistematis.
Terciptanya
masyarakat belajar dan individu-individu pembelajar di dalamnya merupakan
keharusan di masa kini dan mendatang. Apabila tidak, maka kita akan tertinggal,
dan tertinggal jauh dari masyarakat lain yang telah banyak belajar pembentukan
masyarakat belajar, diawali oleh pembentukan individu-individu yang menjadi
warganya. Pengubahan individu yang santai menjadi individu yang gesit dan suka
berkerja keras, individu konsumtif menjadi produktif, individu penerima menjadi
individu pemberi, individu yang mudah menyerah pada keadaan menjadi individu
yang gigih merubah keadaan, menuntut penambahan perubahan tersebut diawali pada
perubahan presepsi dan sikap, baik terhadap dirinya, maupun terhadap masyarakat
dan lingkungannya.
Upaya untuk
meningkatkan kualitas Sumber Daya manusia (SDM) merupakan tugas besar dan
membutuhkan jangka waktu yang panjang, karena mengangkat pendidikan bangsa, dan
masa depan suatu bangsa banyak ditentukan oleh kualitas pendidikannya.
Belajar dan
motivasi selalu mendapat perhatian khusus bagi mereka yang belajar dan
mengajar. Pernyataan yang lelalu dikemukakan ialah: bagaimanakan motivasi
seseorang mempelajari apa yang harus dipelajarinya? Dalam kehidupan sehari-hari
dijumpai orang dengan penuh anusias dan ketekunan melaksanakan berbagai
kegiatan belajar, sedang di pihak lain ada yang tidak bergairah dan
bermalas-malas. Kenyatan tersebut tentu mempunyai sebab-sebab yang perlu
diketahui lebih lanjut untuk kepentingan motivasi belajar
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari paparan pada bab sebelumnya,
dapat ditarik kesimpulan bahwa surat Al-Alaq ayat 1-5 adalah ayat pertama Allah
dari Al-Qur’an dan ia berupa Rahmat Allah yang terbesar untuk umat manusia
dalam ayat-ayat permulaan ini Allah menyuruh Nabi SAW. supaya suka membaca dan
memperhatikan ayat bukti kebesaran Allah di dalam ini tetapi bacaan, perhatian
itu harus dilandasi dengan Allah yang telah menciptakan manusia dari sekepal
darah, juga untuk mengenal kemurahan Tuhan yang mengajarkan segala kepandaian
ilmu yang dicapai oleh manusia dengan perantaraan kalam, mengajarkan kepada
manusia segala apa yang tidak diketahuinya.
Adapun kandungan dari surat Al-Alq
ayat 1-5 adalah :
1.
Menurut Tafsir Ibnu Katsir adalah kita diperintahkan agar senantiasa mengadakan
penyelidikan terhadap segala suatu yang belum kita ketahui, sehingga kita
kuasai, bukti kemurahan Allah SWT. Ialah ia telah mengajari manusia dengan
perantaraan Al-Qur’an
2.
Menurut Tafsir Al-Misbah adalah Islam memerintahkan agar kita belajar membaca
dan menulis serta mempelajari ilmu pengetahuan demi meningkatkan derajad kita
sebagai makhluk Allah yang maha mulia, kita dianjurkan untuk sanggup
mengembangbiakkan ilmu pengetahuan yang telah Allah limpahkan kepada kita.
Saran
Karena pentingnya
belajar, maka pada kesempatan ini penulis sarankan kepada:
1.
Bagi sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan, hendaknya dalam memberikan motivasi belajar kepada peserta didik menyertakan
konsep kajian surat Al-alaq.
2.
Bagi praktisi pendidikan hendaknya berpikiran dan berprilaku seperti kerangka
konsep pendidikan Islamsejalan dengan perkembangan dunia pendidikan.
3.
Bagi penulis berikutnya, supaya menyempurnakan kembali hasil penelitian yang
penulis lakukan, karena masih banyak nilai-nilai pendidikan yang belum
terungkap dalam tulisan ini, oleh karenanya, bagi penulis supaya melengkapi
berikut aplikasinya dalam dunia pendidikan secara nyata.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin
S, Drs. Zaenal, 1992, Seluk Beluk Al-Qur’an, Jakarta: Rineka
Cipta.
Abuddin
Nata, 2005, Filsafat Pendidikan Islam, Garya Media Pratama,
Jakarta,.
Al-Ghazali,
1990, Ihya’ Ulumuddun, menghidupkan Ilmu-ilmu Agama Islam,
Semarang: Assy-Syifa’
Aly,
Noer, 1999, Ilmu Pendidikan Islam, Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
Anonim,
1998, Al-Qur’an dan terjemahnya, Jakarta: Depag RI.
Arikunto,
Suharsimi, 1997, Prosedur Penelitian Sebuah Pendekatan Praktek,
Jakarta: Rineka Cipta
Aziz,
Abdul, 1991, Pelajaran Tafsir Madrasah Aliyah, Semarang :
Wicaksana
Bahreisy,
2004, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, Surabaya: Bina
Ilmu
Imam
Ismail Ibnu Kastir, 2002, Tafsir Al-Qur’anul Adhim, Beirut:
Maktabah Asriah
Imron,
Ali, 1996, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:Pustaka Jaya.
Langgulung,
Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta,
1987.
Margono,
2005, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Moleong,
Lexy J, 1998, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:Rosdakarya
Offset.
Nasution,
1984, Beberapa Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar,
Jakarta: Bina Aksara.
Purwanto
Ngalim, 1992, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta.
Shihab,
Quraish, 2005, Tafsir Al-Misbah, Pesan dan Kesan Keserasian Al-Qur’an,
Vol 15, Jakarta ; Lentera Hati
Singgih
D. Gunarsa, 1990, Psikologi Anak Bermasalah, Jakarta: PT. Asid
Mahasetia.
Slameto,
1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta :
Rineka Cipta.
Sujana,
Nana dkk, 1995, Pedoman Praktis Mengajar Merencanakan Suatu Pendekatan
dari Segi Methodologi Cetakan II, Jakarta:Bulan Bintang.
Zuhdi,
Masjfuk, 1979, pengantar Ulumul Qur’an, Bagian I, Surabaya: Bina
Ilmu
[4]) Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Sebuah Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 149.
[15]) Asadullah, Methode Khusus Pengajaran Bahasa
Arab I (MKPBA) (Mataram: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Mataram1995), 3
[42]) Tafsir Ibnu Kastir, Vol 8, ter Salim Bahreisy
dan Said Bahreisy (Surabaya: Bina Ilmu, 2004), 399-401.
[43]) Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan dan
Kesan Keserasian Al-Qur’an, Vol 15 (Jakarta ; Lentera Hati, 2005), 392-393.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah menitipkan komentar
semoga informasi ini bermanfaat
Wassalam