Jumat, 17 Mei 2013
0 komentar

URGENSI BELAJAR MENURUT AL-QUR’AN KAJIAN SURAT AL-ALAQ AYAT 1-5

(Studi Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Misbah)

Oleh :
JUSLIADI
NIM. 5730
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AL-GAZALI BULUKUMBA
2013


KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العالمين  وبه نستعين , والصلاة والسلام على أشرف
المرسلين , سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه أجمعين. أما بعد.
            Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena berkat dan hidayahnyalah sehingga skripsi ini dapat terwujut. Salawat dan salam tidak lupa pula kami kami kirimkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw. Yang membawa suri tauladan yang baik bagi kita semua.
            Sejak dari pelaksaan penelitian sampai dengan penyusunan skripsi ini, tidak luput dari adanya hambatan dan kesulitan yang dihadapi. Namun demikian, berkat do’a dan ketekunan serta usaha yang sungguh-sungguh, dan terutama ridha Allah SWT, maka hambatan dan kesulitan yang dihadapi dapat diatasi dengan baik.
Begitu pula dengan bantuan dari berbagai pihak yang senantiasa memberikan dukungan moril sejak awal penelitian hingga selesainya skripsi ini.
            Dengan rasa syukur yang tak terbatas kepada Allah SWT, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Drs. H. A. Muh. As’ad Timpa, selaku ketua STAI Al-Gazali Bulukumba.
2.      Drs. Abd. Asis Paming, M. Pd. I sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang banyak memberikan petunjuk-petunjuk dalam proses penyelesaian akademik.
3.      Bapak DRS. H.A. MUH. AS’AD TIMPA, MA dan Bapak  DRS. ABD. ASIS PAMING, M.Pd.I masiang-masing selaku pembimbing yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4.      Ayah yang telah mendidik dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan yang tak terhitung banyaknya,serta almarhum Ibu yang telah melahirkan saya,semoga tenang di alam sana, juga kakak  yang  telah  mendukung saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5.      Bapak Ibu dosen yang telah membina penulis dalam menyelesaikan studi.
6.      Teman-teman mahasiswa dan pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
akhirnya penulis mengharapkan kiranya tulisan ini dapat berguna bagi perkembangan dan kemajuan pendidikan di masa-masa yang akan datang.
Semoga Allah SWT memberikan rahmatnya kepada kita semua. Amin ya robbal alamin.
ABSTRAK
Nama              : JUSLIADI
Nim                 : 5730
Judul Skripsi  : URGENSI BELAJAR MENURUT AL-QUR’AN KAJIAN
  SURAT AL-ALAQ AYAT 1-5 (Studi Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Misbah)

Latar belakang dari penelitian ini adalah melihat kenyataan bahwa Al-Qur’an merupakan Firman Allah SWT. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupannya, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan bathin, dunia dan akhirat. Konsep-konsep yang dibawa Al-Qur’an selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena ia turun untuk berdialog dengan setiap umat yang ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problema yang dihadapinya, kapan dan dimanapun mereka berada.
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui untuk mengetahui urgensi belajar menurut Al-Qur’an kajian surat Al-Alaq ayat 1-5.
Data dari penelitian ini diperoleh melalui pengumpulan data maka dalam penganalisaannya penulis menggunakan kajian pustaka, maka kajian yang dimulai dengan pelaksanaan kepustakaan.
Dari hasil pengolahan data tersebut diperoleh kesimpulan bahwa kandungan dari surat Al-Alq ayat 1-5 adalah : 1). Menurut Tafsir Ibnu Katsir adalah kita diperintahkan agar senantiasa mengadakan penyelidikan terhadap segala suatu yang belum kita ketahui, sehingga kita kuasai, bukti kemurahan Allah SWT. Ialah ia telah mengajari manusia dengan perantaraan Al-Qur’an, 2).Menurut Tafsir Al-Misbah adalah Islam memerintahkan agar kita belajar membaca dan menulis serta mempelajari ilmu pengetahuan demi meningkatkan derajad kita sebagai makhluk Allah yang maha mulia, kita dianjurkan untuk sanggup mengembangbiakkan ilmu pengetahuan yang telah Allah limpahkan kepada kita.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kemajuan yang berlangsung saat ini dan mungkin di saat yang akan datang berlangsung cepat, beragam, dinamis dan sukar diramalkan. Agar bisa mengikuti, mensucikan diri dan berkiprah dengan kemajuan-kemajuan yang sangat cepat tersebut kuncinya adalah pada belajar.
Dalam era globalisasi dan pasar bebas, serta persaingan ketat antar bangsa dalam mempertahankan pasar, manusia diharapkan pada perubahan-perubahan yang cepat dan sinergis. Ibarat nelayan di lautan lepas yang dapat menyesatkan, jika tidak memiliki kompas sebagai pedoman untuk bertindak dan mengarunginya.
Perkembangan yang cepat dari lingkungan yang cepat harus diimbangi oleh perkembangan yang cepat pula dari individu warganya. Untuk itu setiap individu warga planet bumi ini dituntut untuk belajar. Lebih banyak belajar, meningkatkan kemampuan, motivasi dan upaya belajarnya, sehingga tercipta masyarakat belajar. Individu warga wasyarakat yang banyak belajar akan mempercepat perkembangan masyarakatnya, perkembangan masyarakat yang cepat menuntut warga masyarakat belajar lebih banyak lebih intensif.
Al-Qur’an merupakan Firman Allah SWT. yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai pedoman bagi manusia dalam menata kehidupannya, agar memperoleh kebahagiaan lahir dan bathin, dunia dan akhirat. Konsep-konsep yang dibawa Al-Qur’an selalu relevan dengan problema yang dihadapi manusia, karena ia turun untuk berdialog dengan setiap umat yang ditemuinya, sekaligus menawarkan pemecahan terhadap problema yang dihadapinya, kapan dan dimanapun mereka berada.
Al Qur’an terdiri dari 6666 ayat, 114 surat, dan 30 juz[1]). Pandangan Al-Qur’an tentang belajar dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Surat Al-Alaq Ayat 1-5.
Surat Al-Alaq ayat 1-5, di samping sebagai ayat pertama juga sebagai penobatan Muhammad SAW sebagai Rasulullah atau utusan Allah kepada seluruh umat manusia untuk menyampaikan risalah-Nya.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ0خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ0اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ0الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ0عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ(العلق:1-5)
Artinya    :  Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya[2]).
Surat Al-Alaq ayat 1-5, menerangkan bahwa Allah menciptakan manusia dari benda yang hina dan memuliakannya dengan mengajar membaca, menulis dan memberinya pengetahuan. Dengan kata lain, bahwa
manusia mulia di hadapan Allah apabila memiliki pengetahuan, dan pengetahuan bisa dimiliki dengan jalan belajar.
Dalam masyarakat yang dinamis, pendidikan (belajar) memegang peranan yang menentukan eksistensi dan perkembangan masyarakat tersebut, oleh karena pendidikan merupakan usaha melestarikan, dan mengalihkan serta mentranfortasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala aspeknya dan jenisnya kepada generasi penerus. Demikian pula halnya dengan peranan pendidikan  di kalangan umat Islam, merupakan salah bentuk manifestasi dari cita-cita hidup Islam untuk melestarikan, mengalihkan dan menanamkan (internalisasi) dan mentransformasikan nilai-nilai Islam tersebut kepada pribadi generasi penerusnya sehingga nilai-nilai cultural-religius yang dicita-citakan tetap berfungsi dan berkembang dalam masyarakat dari waktu-kewaktu.
Melihat betapa pentingnya belajar bagi kehidupan manusia, yang pada hakekatnya perintah belajar merupakan aktualisasi dari ajaran Islam. Oleh karena itu, penulis berminat untuk mengadakan analisa terhadap konsep belajar menurut Al-Qur’an Surat Al-Alaq ayat 1-5. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis memilih judul “Urgensi Belajar Menurut Al-Qur’an Kajian Surat Al-Alaq ayat 1-5 (Studi Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Misbah)”.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah “Bagaimana urgensi belajar menurut Al-Qur’an kajian surat Al-Alaq ayat 1-5 menurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Misbah?”

Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari uraian pada rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui urgensi belajar menurut Al-Qur’an kajian surat Al-Alaq ayat 1-5 menurut Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Misbah.

Manfaat Penelitian
Dengan melaksanakan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.      Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
                         a.      Informasi yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat memotivasi peneliti lain untuk mengungkapkan sisi lain yang belum diterangkan dalam penelitian ini.
                         b.      Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam rangka peningkatan motivasi diri untuk belajar.

2.      Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada semua pihak dalam mengembangkan pendidikan.
Metodologi Penelitian
1.     Desain Penelitian
Penelitian memerlukan pendekatan atau desain, yang menunjukkan cara mengumpulkan dan menganalisa data, agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta serasi dengan tujuan penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan desain atau pendekatan kualitatif, karena pendekatan ini mempunyai ciri-ciri menurut Bogdan dan Biklen (dalam Moleong) mengatakan sebagai berikut :
“1). Penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah, pada konteks dari satu keutuhan, 2). Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama. 3. Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif, 4).Penelitian kualitatif lebih menghendaki arah bimbingan teori substansif yang berasal dari data, 6). data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambaran, dan bukan angka-angka, 7). Penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi “proses” dari pada “hasil”, 8). Menghendaki ditetapkannya batas dalam penelititannya atas dasar fokus yang timbul sebagai masalah dalam penelitian[3]).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu Asbanunuzul serta penafsiran para ahli tafsir tentang surat Al-Alaq 1-5.
Di samping itu data yang dipergunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari sumber-sumber pustaka yang sudah ada sebagai obyek kajian. Sebagaimana diketahui bahwa sebuah karya ilmiah, maka
kecukupan rujukan sangat diperlukan, dengan demikian kecukupan referensi yang dimaksud oleh peneliti di sini adalah tersedianya referensi yang dibutuhkan oleh peneliti yang berhubungan dengan fokus penelitian

2.     Tekhnik Pengumpulan Data
Di dalam pengumpulan data, penulis menggunakan metode dokumentasi. Dari asal katanya dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Didalam melaksanakan dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen-dokumen dan sebagainya[4]). Adapun dalam penelitian ini peneliti mengumpulkan data dalam Terjemahan Al-Qur’an Departemen Agama, Tafsir Ibnu Kastir dan Tafsir Al-Misbah.

3.     Tehnik Analisa Data
Setelah didapat data melalui pengumpulan data, maka dalam penganalisaannya penulis menggunakan kajian pustaka, maka kajian yang dimulai dengan pelaksanaan kepustakaan.
Mengenal pustaka dan pengalaman orang lain berarti mencari teori-teori, konsep-konsep yang dapat dijadikan landasan teoritis bagi penelitian yang akan dilakukan, agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba (trial and error)[5]).


Sedangkan tahapan analisis data dalam kajian ini dapat diuraikan antara lain:
a.         Deskriptif yaitu, penelitian non hipotesis artinya dalam langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesis.
b.         Komparasi, yaitu menemukan permasalahan melalui persamaan-persamaan dan perbedaan tentang ide-ide, tentang orang, kelompok, kritik terhadap orang terhadap suatu ide atau prosedur kerja[6]).
Adapun teknik analisa data dalam penelitian ini adalah dengan memaparkan persamaan dan perbedaan kajian Tafsir Ibnu Kastir dan Tafsir Al-Misbah dalam menginterpretasikan surat Al-Alaq ayat 1-5.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG BELAJAR

Pengertian Belajar
Bilamana pengertian belajar ditujukan untuk penguasaan bahan pelajaran semata, akan memberikan makna yang terlalu sempit dan bersifat intelektualitas. Para ahli berpendapat bahwa belajar bukan sekedar penguasaan bahan akan tetapi terjadinya perubahan tingkah laku sehingga terbentuk suatu kepribadian yang baik[7]).
Timbulnya perbedaan definisi belajar demikian disebabkan oleh adanya perbedaan sudut pandang dan disiplin ilmu para pakar pendidikan[8]).
Hal ini dapat dikemukakan beberapa definisi belajar sebagai berikut :
a.      Menurut teori ilmu Jiwa Daya: belajar ialah usaha melatih daya-daya agar berkembang sehingga dapat berfikir, mengingat, dan sebagainya.
Menurut teori ini jiwa manusia terdiri dari berbagai daya seperti : daya berfikir, mengingat, perasaan, mengenal, kemauan, dan sebagainya. Daya-daya tersebut berkembang dan berfungsi bila dilatih dengan bahan-bahan dan cara-cara tertentu.
b.      Menurut teori ilmu Jiwa Asosiasi : belajar berarti membentuk hubungan-hubungan stimulus respon dan melatih hubungan-hubungan tersebut agar bertalian erat.
Pandangan ini dilatar belakangi oleh pendapat bahwa jiwa. Asosiasi tersebut dapat terbentuk karena adanya hubungan antara stimulus dan respon.
c.       Menurut teori ilmu Jiwa Gestalt : belajar ialah mengalami, berbuat, berkreasi dan berfikir secara kritis. Pandangan ini dilatar belakangi oleh anggapan bahwa jiwa manusia bukan terdiri dari elmen-elmen tetapi merupakan satu sistem yang bulat dan berstruktur.


Jiwa manusia hidup dan di dalamnya terdapat prinsip aktif di mana individu selalu cenderung untuk beraktifitas dan berintraksi dengan lingkungannya[9]).

Di samping definisi di atas, belajar juga diartikan mengumpulkan sejumlah pengetahuan[10]). Belajar juga diartikan sebagai suatu aktifitas yang dilakukan secara sadar untuk mencapai sejumlah kesan dari bahan yang telah dipelajari[11]).
Selain itu, belajar juga diartikan sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dengan lingkungannya[12]).
Dari beberapa pendapat di atas, nampaknya terdapat beberapa perbedaan istilah tentang belajar, namun pada hakekatnya ada kesamaan pandangan tentang bagaimana usaha mengaktifkan berfikir, bereaksi, dan berbuat terhadap suatu objek yang dipelajari sehingga timbul suatu pengalaman baru dalam diri seseorang.
Bila direnungkan dengan seksama tentang histori kehadiran agama Islam dan bahkan kehadiran pertama manusia di muka bumi, akan ditemukan kegiatan pertama dan utama menyertai kehadirannya yaitu belajar.


Kehadiran seseorang dengan posisi hidup baru selalu berusaha untuk mencari dan menambah pengalaman di tempatnya yang baru guna memahami dan menguasai situasi dan kondisi alam lingkungannya untuk segera dapat beradaptasi dan hidup seimbang untuk mendapatkan pengalaman ini diperlukan kegiatan belajar.
Setiap kehidupan manusia selalu memerlukan belajar, karena hal ini ditentukan oleh gerak dinamika pembangunan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta alam semesta dan gerak pembangunan dalam berbagai bidang, maka belajar juga mutlak diperlukan.
Banyak ayat-ayat Al-Qur'an yang menjelaskan tentang hakekat belajar. Diantara ayat-ayat tersebut adalah:
1.      وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ(التوبه:122)
Artinya  :    Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya[13]).

2.      وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ءَايَتَيْنِ فَمَحَوْنَا ءَايَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا ءَايَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا( الاسراء:12)


Artinya  :    Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas[14]).

Berdasarkan Firman-firman Allah di atas, jelas sekali kedudukan dan posisi belajar dalam kehidupan manusia yang harus dijadikan perhatian yang serius, sehingga bisa dijadikan sebagai suatu kebutuhan dalam kehidupan, bukan hanya sekedar sebagai kewajiban semata.
Belajar mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain di dalam proses pengajaran. Belajar menunjukkan apa yang dilakukan seseorang subyek yang menerima pengajaran (anak didik), sedangkan mengajar menunjukkan apa yang dilakukan oleh guru (yang mengajar). Dua konsep pengajaran tersebut menjadi terpadu dalam satu kegiatan, yaitu: di saat terjadi interasi antara guru dan murid di saat pengajaran itu berlangsung. Hal ini yang dimaksud belajar dengan mengajar sebagai proses.
Ada tiga unsur pokok dalam proses belajar mengajar yaitu:
  1. Yang menerima pelajaran (murid).
  2. Yang memberi pelajaran (guru).
  3. Bahan pelajaran yang diterima[15]).


Dalam proses mengajar hendaklah berfungsi bimbingan menuju kepada berbagai aspek kehidupan yang akan dihadapi oleh seseorang, sebab mengajar itu sendiri merupakan suatu kegiatan yang ditunjukan untuk mengembangkan, mempertajam kemampuan anak, menganalisis, mencari hubungan faktor yang dihadapi.
Belajar mengajar suatu proses sudah barang tentu harus bisa menentukan dan menjawab beberapa persoalan yang mendasar antara lain:
  1. Kemana arah proses tersebut akan diarahkan (tujuan).
  2. Apa yang harus diproses (materi).
  3. Bagaimana cara memperoleh (metode).
  4. Tindakan apa yang dilakukan agar proses tersebut cukup efektif dan berhasil[16]).
Di dalam masyarakat Islam sekurang-kurangnya terdapat tiga sistilah yang digunakan untuk konsep pendidikan, yaitu 1). tarbiyah (تربيه), 2). ta’lim (تعليم ), dan 3).ta’dib (تأديب).
1.      Tarbiyah; menurut para pendukungnya, tarbiyah berakar pada tiga kata, yaitu: pertama raba yarbu ( ربا,يربو) yang berarti bertambah dan tumbuh, kedua rabiya yarba ( ربي,يربى) yang berarti tumbuh berkembang, ketiga, kata, rabba yarubbu (رب, يرب) yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara
Penggunaan istilah tarbiyah untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam, meskipun telah berlaku umum, teryata masih merupakan masalah khilafiah (kontroversial). Diantara ulama pendidikan muslim kontemporer ada yang cenderung menggunakan istilah ta’lim atau ta’dib sebagai gantinya[17]).

2.      Ta’lim; adalah proses pembelajaran secara terus-menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, pengelihatan, dan hati[18]).

3.      Ta’dib; istilah Ta’dib untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam ditawarkan oleh Al-Attas. Istilah ini berasal dari kata adab dan, pada pendapatnya, berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud berfungsi teratur secara hirarkis sesuai berbagai tingkatan dan derajat tingkatannya serta tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan ppotensi jasmani, intelektual, maupun rohani seseorang. Dengan pengertian ini, kata adab mencakup pengertian ‘ilm dan ‘amal[19]).

Asas-Asas Belajar
Belajar itu mempunyai asas-asas tempat ia tegak dalam materi, interaksi, inovasi dan cita-citanya. Seperti halnya kedokteran, teknik atau pertanian, masing-masing tidak dapat berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu sarana di mana dipraktekkan sejumlah ilmu yang erat hubungannya antara satu dan lainnya dan jalin menjalin[20]).
Berdasarkan pandangan tersebut, dapat diketahui, bahwa yang dimaksud dengan asas belajar adalah sejumlah ilmu yang secara fungsional sangat dibutuhkan untuk membangun konsep pendidikan, termasuk pula dalam melaksanakannnya.
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan sebagai sebuah ilmu sangat membutuhkan dukungan dari ilmu-ilmu lain, seperti ilmu sejarah, psikologi manajemen, sosiologi, antropologi, teologi dan sebagainya[21]).
Dalam hal ini, Langgulung misalnya menyebutkan adanya  enam bidang ilmu yang dibutuhkan oleh belajar. Keenam ilmu tersebut adalah ilmu sejarah (historis), ilmu sosial, ilmu ekonomi, ilmu politik, ilmu psikologi dan filsafat[22]).
Selain menggunakan kata asas-asas, dikalangan para ahli pendidikan Islam juga ada yang mempergunakan kata prinsip-prinsip yang menjadi dasar pendidikan Islam. Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani misalnya menyebutkan adanya lima prinsip yang harus digunakan sebagai asas dalam membangun konsep belajar. Lima prinsip atau lima asas tersebut adalah prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap jagat raya, prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap manusia, prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap masyrakat, prinsip yang menjadi dasar teori pengetahuan pada pemikiran Islam, dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar falsafah akhlak dalam Islam[23]).
Prinsip yang menjadi dasar pandangan Islam terhadap jagat raya mengandung uraian tentang kepercayaan yang mengatakan bahwa pendidikan adalah proses dan usaha mencari pengalaman dan perubahan yang diingini oleh tingkah laku, bahwa jagat raya sebagai suatu selain Allah[24]).
Penggunaan pandangan jagat raya sebagai asas pendidikan sebagaimana tersebut di atas sangat diperlukan, karena dalam pelaksanaannya pendidikan membutuhkan berbagai sarana yang ada di alam jagat raya ini. Selanjutnya prinsip yang menjadi asas belajar berupa pandangan tentang manusia mengandung arti kepercayaan bahwa manusia adalah sebagai makhluk yang termulia di alam jagat raya. Ia adalah sebagai makhluk yang berpikir, mempunyai tiga dimensi, yaitu badan, akal dan ruh, sebagai makluk yang dapat menerima warisan yang bersumber dari alam lingkungan, memiliki motivasi dan kebutuhan, memiliki perbedaan antara satu danlainnya, serta mempunyai keluwesan sifat dan dapat berubah[25]).
Selanjutnya prinsip yang menjadi asas belajar berupa pandangan tentang manusia mengandung arti kepercayaan bahwa manusia adalah sebagai makhluk yang termulia dialam jagat raya. Ia adalah sebagai makhluk yang berfikir, mempunyai tiga dimensi, yaitu badan, akal, ruh, sebagai makhluk yang dapat menerima warisan yang bersumber dari alam lingkungan, memiliki motovasi dan kebutuhan, memiliki perbedaan antara satu dan lainnya, serta mempunyai keluwesan sifat dan dapat berubah[26]).
Dalam pada itu, pandangan tentang asas masyarakat didasarkan pada pandangan bahwa masyarakat adalah salah satu faktor utama yang memberi pengaruh dalam pendidikan dan kerangka di mana berlangsung proses pendidikan, dan di situ juga berlakunya penentuan tujuan-tujuan, kurikulum, metode dan alat-alat pendidikan. Dan oleh karena itu Islam mempunyai pandangan khusus terhadap masyarakat dan kehidupan, maka haruslah ditentukan prinsip-prinsip yang menjadi dasar pandangan ini ketika berusaha membina falsafah pendidikan[27]).
Prinsip tentang alam jagat raya, manusia, masyarakat, ilmu pengetahuan dan akhlak dalam hubungannya dengan pendidikan sebagaimana tersebut di atas dengan mudah dapat dijumpai di dalam Al-Qur’an.
 Menurut Fazlur Rahman, Al-Qur’an sedikit sekali berbicara tentang kejadian alam (kosmolog). Pendidikan Islam merupakan suatu aktivitas pengembangan dan pembentukan seluruh aspek kepribadian manusia yang berlangsung seumur hidup. Sebagai suatu aktivitas tentunya pendidikan Islam merupakan suatu landasan kerja untuk memberi arah bagi tercapainya tujuan yang telah diprogramkan[28]).
Berdasarkan informasi tersebut kita dapat melihat hubungan paham alam jagat raya dengan pendidikan dalam empat hal. Pertama, dengan menyakini bahwa alam sebagai ciptaan Allah, maka alam jagat raya selain dapat dipergunakan untuk semakin menyakini adanya Allah, juga agar dalam penggunaannya tidak boleh melanggar ketentuan Allah. Kedua, dengan mengetahui bahwa alam jagat raya ini terdapat pola-pola, watak-watak, kecenderungan-kecenderungan, ukuran, batasan, dan berbagai keistimewaan lainnya selain akan memberikan petunjuk kepada manusia tentang cara-cara memanfaatkan alam jagat raya, juga mengenai adanya pengetahuan ilmiah yang menghasilkan berbagai teori ilmu pengetahuan yang disebut sebagai natural science atau ilmu pengetahuan murni.Ketiga, dengan mengetahui bahwa alam jagat raya memiliki keterbatasan, maka diharapkan manusia tidak sampai mempertuhankan terhadap alam. Keempat, dengan pengetahuan terhadap alam jagat raya akan mendorong manusia untuk menyadari bahwa dirinya sangat membutuhkan kehadirannya. Hal ini penting dicatat, agar tercipta prilaku yang akrab dan ramah dengan alam jagat raya.
Pendidikan Islam yang dilaksanakan dalam suatu sistem memberikan kemungkinan berprosesnya bagian-bagian kearah tujuan yang telah ditetapkan ajaran Islam. Proses itu adalah bersifat konstan dan konsisten apabila dilandasi dengan dasar pendidikan yang menjamin terwujudnya tujuan pendidikan. Pendidikan Islam sebagai aktivitas pembentukan manusia utama, haruslah memiliki landasan tempat berpijak bagi semua kegiatan dan perumusan pendidikan Islam yang saling berhubungan, sehingga usaha pendidikan tersebut mempunyai keteguhan dan sumber keyakinan, yang pada akhirnya mau mencapai tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
Meletakkan dasar pendidikan Islam berarti harus meletakkan dasar-dasar agama Islam yang memberikan ruang lingkup berkembangnya proses pendidikan Islam dalam rangka, mencapai tujuan, sebab bagi umat Islam, maka dasar agama Islam merupakan pondasi utama bagi keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena agama Islam bersifat universal yang mengandung seluruh aspek kehidupan manusia dalam rangka hubungan denagan Khalik-nya yang diatur dalam “Ubudiyah”, juga hubungan dengan sesamanya yang diatur dengan “Mu’amalah”.
Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Kegiatan belajar yang dilakukan seseorang tidak berarti tanda hambatan, namun terdapat banyak faktor yang dapat menjadi problem untuk melakukan kegiatan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1.       Faktor yang ada pada diri siswa yang disebut faktor individu, seperti motif, kematangan, kondisi, jasmani, keadaan alat indra, sikap, minat kapasitas belajar.
2.       Faktor yang ada di luar individu yang disebut faktor sosial (eksternal) seperti keluarga, sekolah dan masyarakat[29]).
Dari paparan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak meliputi: (a). Faktor internal: faktor yang berasal dari dalam diri individu sendiri seperti motif, kematangan, kondisi Jasmani, kedalam antara, sikap, minat, kapasitas belajar, dan (b).Faktor eksternal: faktor yang berasal dari luar individu seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Untuk memberikan gambaran ang lebih jelas menganai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar anak, berikut ini akan diuraikan faktor-faktor tersebut satu persatu.


Faktor Yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar
Dalam belajar tidaklah selalu berhasil, tetapi sering kali hal-hal yang mengakibatkan kegagalan atau setidak-tidaknya menjadi gangguan yang menghambat kemajuan belajar. Kegagalan atau kesulitan belajar biasanya ada hal atau faktor yang menyebabkannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar adalah (a). Faktor internal yaitu faktor yang datang dari dalam diri sendiri, (b). Faktor eksternal yaitu faktor yang datang dari luar diri seorang[30]).
1.  Faktor Internal
Faktor internal faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri, yang dapat dibedakan atas beberapa faktor yaitu intelegensi, minat, bakat, dan kepribadian.
a.       Faktor Intelegensi
Intlegensi ini dapat mempengaruhi kesulitan belajar seorang anak. Keberhasilan belajar serang anak ditentukan dari tinggi rendahnya tingkat kecerdasan yang dimilikinya, dimana seorang anak yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi cendrung akan lebih berhasil dalam belajarnya dibandingkan dengan anak yang intelegensinya rendah.


b.      Faktor Minat
Faktor minat dalam belajar sangat penting. Hasil belajar akan lebih optimal bila disertai dengan minat. Dengan adanya minat mendorong kearah keberhasialan, anak yang berminat terhadap suatu pelajaran akan lebih mudah untuk mempelajarinya dan sebaliknya anak yang kurang berminat akan mengalami kesulitan dalam belajarnya.
Dari pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa minat sangat diperlukan dalam belajar, karena minat itu sendiri sebagai pendorong dalam belajar dan sebaliknya anak yang kurang bermitat terhadap belajarnya akan cenderung mengalami kesulitan dalam belajarnya.
c.       Faktor Bakat
Bakat ini dapat menyebabkan kesulitan belajar, jika bakat ini kurang mendapatkan perhatian. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menjelaskan bahwa: bakat setiap orang berbeda-beda, orang tua kadang-kadang tidak memperhatikan faktor bakat ini[31]). Anak sering diarahkan sesuai dengan kemauan orang tuanya, akibatnya bagi anak merupakan sesuatu beban, tekanan dan nilai-nilai yang ditetapkan oleh anak buruk serta tidak ada kemauan lagi untuk belajar.


Dari pendapat tersebut, dapat dijelaskan bahwa adanya pemaksaan dari orang tua didalam mengarahkan anak yang tidak sesuai dengan bakatnya dapat membebani anak, memunculkan nilai-nilai yang kurang baik, bahkan dirasakan menjadi tekanan bagi anak yang akhirnya akan berakibat kurang baik terhadap belajar anak di sekolah.
d.      Faktor Kepribadian
Faktor kepribadian dapat menyebabkan kesulitan belajar, jika tidak memperhatikan fase-fase perkembangan (kepribadian) seseorang. Hal ini sebagaimana pendapatmenjelaskan bahwa: fase perkembangan kepribadian seseorang tidak selalu sama[32]). Fase pembentuk kepribadian ada beberapa fase yang harus dilalui. Seorang anak yang belum mencapai suatu fase tertentu akan mengalami kesulitan dalam berbagai hal termasuk dalam hal belajar.
Dari pendapat tersebut, menunjukkan bahwa tidak semua fase-fase perkembangan (keperibadian) ini akan berjalan dengan begitu saja tanpa menimbulkan masalah, malah ada fase tertentu yang menimbulkan berbagai persoalan termasuk dalam hal kesulitan dalam belajar.



2.  Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah merupakan faktor yang datang dari luar diri individu. Faktor eksternal ini dapat di bedakan menjadi tiga faktor yaitu 1). Faktor keluarga 2). Faktor sekolah 3). Faktor masyarakat.
a.       Faktor Keluarga
Peranan orang tua (kelurga) sebagai tempat yang utama dan pertama didalam pembinaan dan pengembangan potensi anak-anaknya. Namun tidak semua orang tua mampu melaksanakanya dengan penuh tanggung jawab.
Beberapa hal yang dapat menimbulkan persoalan yang bersumber dari keluarga adalah seperti: a). sikap orang tua yag mengucilkan anaknya, tidak mepercayai, tidak adil dan tidak mau menerime anaknya secara wajar, b). broken home, perceraian, percekcokan, c). Didikan yang otoriter, terlalu lemah dan memanjakannya, d). Orang tua tidak mengetahui kemampuan anaknya, sifat kepribadian, minat, bakat, dan sebagainya[33]).
Ada beberapa aspek yang dapat menimbulkan masalah kesulitan belajar seorang anak yaitu: a). Didikan orang tua yang keliru, b). Suasana rumah yang kurang aman dan kurang harmonis, c). Keadaan ekonomi orang tua yang lemah[34]).


Dari kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dapat menimbulkan persoalan atau sumber permasalahan adalah sikap orang tua yang mengucilkan anaknya, tidak mempercayai, tidak adil dan tidak mau menerima anaknya secara wajar, broken home, perceraian, percekcokan dan orang tua yang tidak tau kemampuan anaknya.
b.      Faktor Lingkungan Sekolah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal setelah keluarga dapat menjadi masalah pada umumnya, dan khususnya masalah kesulitan belajar pada siswa.
Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa:
Lingkungan sekolah dapat menjadikan faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar seperti:
1).    Cara penyajian pelajaran kurang baik.
2).    Hubungan guru dan murid kurang harmonis.
3).    Hubungan antara burid dengan murid itu sendiri tidak baik
4).    Bahan pelajaran yang disajikan tidak dimengerti siswa, dan
5).    Alat-alat pelajaran yang tersedia kurang memadai[35]).

c.       Faktor Lingkungan Masyarakat
Faktor lingkungan masyarakat sangat berperan di dalam pembentukan kepribadian anak, termasuk pula kemampuan/ pengetahuannya. Dimana lingkungan masyrakat yang memiliki kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik, seperti: suka minum-minum minuman keras, penjudi dan sebagainya, dapat menghambat pembentukam kepribadiaan dan kemampuan, termasuk pula dalam proses belajar mengajar seorang anak.
Lingkungan masyarakat yang dapat mempengaruhi kesulitan belajar adalah:
1).   Mass Media, seperti bioskop, televisi, radio, surat kabar, majalah, komik
2).   Corak Kehidupan tetangga, seperti orang terpelajar dan cendekiawan, tetangga yang suka berjudi, pencuri, peminum, dan sebagainya[36]).

BAB III
KAJIAN SURAT AL-ALAQ AYAT 1-5

A.     Asbanun Nuzul Surat Al-Alaq
Setelah menginjak usia empat puluh tahun, Muhammad SAW, lebih banyak mengerjakan tahannuts dari pada waktu-waktu sebelumnya. Pada bulan Ramadhan dibanyanya perbekalan lebih banyak dari biasanya, karena akan bertahannuts lebih lama dari pada waktu-waktu sebelumnya. Dalam melakukan tahannuts kadang-kadang beliau bermimpi, mimpi yang benar (arru’ yaa ashshaadiqah)[37]).
Pada malam 17 Ramadhan, bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610 Massehi, diwaktu Nabi Muhammad SAW. sedang bertahannuts di Gua Hira, datanglah malaikat Jibril a.s. membawa tulisan dan menyuruh Muhammad SAW. untuk membaca katanya : “Bacalah”. Dengan terperanjat Muhammad SAW. menjawab : “Aku tidak dapat membaca”. Beliau lalu direngkuh beberapa kali oleh malaikat Jibril a.s. hingga nafasnya sesak, lalu dilepaskannya seraya disuruhnya membaca sekali lagi : “bacalah”. Tetapi Muhammad SAW. masih tetap menjawab : “Aku tidak dapat membaca”. Begitulah keadaan berulang sampai tiga kali, dan akhirnya Muhammad SAW. berkata : “apa yang kubaca”, kata jibril : Inilah wahyu yang pertama diturunkan oleh Allah SWT. kepada Muhammad SAW. dan inilah pula saat penobatan beliau sebagai Rasulullah, atau utusan Allah kepada seluruh umat manusia, untuk menyampaikan risalah-Nya[38]).
Pada saat menerima pengangkatan menjadi rasul ini, umur beliau mencapai 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut tahun bulan (Qamariyah) atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut tahun matahari (Syamsiah)[39]).
Setelah menerima wahyu itu beliau terus pulang kerumah dalam keadaan gemetar, sehingga minta diselimuti oleh istrinya, Siti Khadijah. Istri yang patuh dan setia itu segera menyelimutinya. Setelah agak cemas redanya, maka diceritakannya kepada istrinya segala yang terjadi atas dirinya dengan perasaan cemas dan khawatir. Tetapi istri yang bijaksana itu sekalipun tidak memperhatikan kekhawatiran dan kecemasan hatinya bahkan dengan khidmad ia menatap mata suaminya, seraya berkata : “berbahagialah hai anak pamanku, tatapkanlah hatimu, demi tuhan yang jiwa Khadijah di dalam tangannya, saya harap engkaulah yang akan menjadi Nabi bagi umat kita ini. Allah tidak akan mengecewakan engkau; bukankah engkau yang senantiasa berkata benar selalu menumbuhkan tali silaturrahim, bukankah engkau yang senantiasa menolong anak yatim, memuliakan tetamu dan menolong setiap orang yang ditimpa kemalangan dan kesengsaraan?” demikianlah Siti Khadijah menentramkan hati suaminya[40]).


Karena terlampau lelah setelah mengalami peristiwa besar yang baru saja terjadi itu, maka beliaupun tertidur. Sementara itu Siti Khadijah pergi kerumah anak pamannya waraqah bin naufal, seorang yang tidak menyembah berhala, telah lama memeluk agama nasrani dan dapat menulis dengan bahasa ibrani, telah mempelajari dan menyalin ke bahasa Arab isi kitab Injil dan Taurat, usianya sudah lanjut dan matanya sudah buta, lalu diceritakannya oleh Siti Khadijah, apa yang terjadi atas diri suaminya. Setelah didengarkannya cerita Khadijah itu lalu ia berkata : “Quddus, Quddus, demi tuhan yang jiwa waraqah di dalam tangannya, jika engkau membenarkan aku, ya Khadijah, sesungguhnya telah datang kepadanya (Muhammad) namus akrab (petunjuk Yang Maha Benar), sebagai pernah datang kepada Nabi Musa a.s. ; ia sesungguhnya akan menjadi Nabi bagi umat kita ini. Dan katakanlah kepadanya hendaklah ia tetap tenang”. Siti Khadijah kembali ke rumahnya, lalu diceritakannya apa yang dikatakan oleh Waraqah Bin Nauf, kepada Rasulullah dengan kata-kata yang lemah lembut yang dapat menghilangkan kecemasan dan kekhawatiran Rasulullah.
Di dalam kitab-kitab tarikh diriwayatkan, bahwa setelah badan Nabi Muhammad SAW. kelihatan telah segar kembali dan telah seperti sedia kala, suaranya sidah berangsur tenang, maka Khadijah mengajak Nabi segera pergi menemui waraqah bin Nauf di rumahnya, dengan maksud hendak bertanya lebih lanjut secara langsung kepadanya tentang peristiwa yang telah menimpa diri Nabi yang terjadi di gua hira itu.
Sesampainya Nabi bersama Khadijah di rumah Waraqah bin Nauf, lalu Nabi menceritakan apa-apa yang baru dialaminya. Kemudian waraqah berkata: “quddus, quddus! Hai (Muhammad) anak saudaraku, itu adalah rahasia yang paling besar yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa A.S. wahai kiranya aku dapat menjadi muda dan kuat, semoga aku masih hidup, dapat melihat, ketika engkau dikeluarkan (diusir) kaummu”.
Nabi setelah mendengarkan perkataan Waraqah yang sedemikian itu, lalu beliau bertanya : “Apakah mereka (kaumku) akan mengusir aku?” waraqah menjawab : “Ya, semua orang yang datang membawa seperti apa yang engkau bawa ini, aku akan menolong engkau dengan sekuat-kuat tenagaku”.
Dengan keteragan waraqah itu, Nabipun merasa mendapat keterangan dan penjelasan yang jelas tentang peristiwa yang bari dialaminya itu. Juga Khadijah memang teguh akan keterangan-keterangan warakah itu, dan memang itulah yang dinanti-nantikan selama ini, berita gembira tentang keangkatan suaminya menjadi Rasul[41]).
Hal ini sebagaimana hadist sebagai berikut:
قال الإمام أحمد حدثنا عبدالرزاق حدثنا معمر عن الزهري عن عروة عن عائشة قالت: أول ما بدئ به رسول الله صلى الله عليه وسلم من الوحي الرؤيا الصادقة في النوم فكان لا يرى رؤيا إلا جاءت مثل فلق الصبح ثم حبب إليه الخلاء فكان يأتي حراء فيتحنث فيه - وهو التعبد - الليالي ذوات العدد ويتزود لذلك ثم يرجع إلى خديجة فيتزود لمثلها حتى فجأه الوحي وهو في غار حراء فجاءه الملك فيه فقال اقرأ قال رسول الله صلى الله عليه وسلم "فقلت ما أنا بقاريء - قال - فأخذني فغطنى حتى بلغ مني الجهد ثم أرسلني فقال اقرأ فقلت ما أنا بقارئ فغطني الثانية حتى بلغ مني الجهد ثم أرسلني فقال اقرأ فقلت ما أنا بقارئ فغطني الثالثة حتى بلغ مني الجهد ثم أرسلني فقال "اقرأ باسم ربك الذي خلق - حتى بلغ - ما لم يعلم" قال فرجع بها ترجف بوادره حتى دخل على خديجة فقال "زملوني زملونى" فزملوه حتى ذهب عنه الروع فقال يا خديجة "مالي؟" وأخبرها الخبر وقال "قد خشيت على نفسي" فقالت له كلا أبشر فوالله لا يخزيك الله أبدا إنك لتصل الرحم وتصدق الحديث وتحمل الكل وتقري الضيف وتعين على نوائب الحق ثم انطلقت به خديجة حتى أتت به ورقة بن نوفل بن أسد بن عبدالعزى بن قصي وهو ابن عم خديجة أخي أبيها وكان امرأ قد تنصر في الجاهلية وكان يكتب الكتاب العربي وكتب بالعربية من الإنجيل ما شاء الله أن يكتب وكان شيخ كبيرا قد عمي فقالت خديجة أي ابن عم اسمع من ابن أخيك فقال ورقة ابن أخي ما ترى؟ فأخبره رسول الله صلى الله عليه وسلم بما رأى فقال ورقة هذا الناموس الذي أنزل على موسى ليتنى فيها جذعا ليتني أكون حيا حين يخرجك قومك فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم "أو مخرجي هم؟" فقال ورقة: نعم لم يأت رجل قط بما جئت به إلا عودي وإن يدركني يومك أنصرك نصرا مؤزرا. ثم لم ينشب ورقة أن توفي وفتر الوحي فترة حتى حزن رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما بلغنا حزنا غدا منه مرارا كي يتردى من رءوس شواهق الجبال فكلما أوفى بذروة جبل لكي يلقى نفسه منه تبدى له جبريل فقال يا محمد إنك رسول الله حقا فيسكن بذلك جأشه وتقر نفسه فيرجع فإذا طالت عليه فترة الوحي غدا لمثل ذلك فإذا أوفى بذروة الجبل تبدى له جبريل فقال له مثل ذلك. وهذا الحديث مخرج في الصحيحين من حديث الزهري وقد تكلمنا على هذا الحديث من جهة سنده ومتنه ومعانيه في أول شرحنا للبخاري مستقصى فمن أراده فهو هناك محرر ولله الحمد والمنة فأول شيء نزل من القرآن هذه الآيات الكريمات المباركات وهن أول رحمة رحم الله بها العباد وأول نعمة أنعم الله بها عليهم.
Artinya    :  A’isyah ra. berkata : Permulaan datangnya wahyu kepada Rasulullah SAW, ialah berupa mimpi yang benar terjadi pada pagi harinya, kemudian beliau suka menyendiri, lalu pergi ke bukit Hiraa’ untuk melakukan ibadah beberapa malam di sana sambil membawa bekal sekedarnya. Kemudian kembali ke rumah Khadijah untuk berbekal dan kembali ke Gua Hiraa’. Sampai tiba saatnya datang wahyu di Gua Hiraa’ itu, yaitu datangnya Malaikat Jibril yang langsung menyeruh Nabi SAW. Iqra’ (Bacalah). Nabi SAW.. menjawab : Maa Ana Biqaari’ (aku tak dapat membaca). Langsung Jibril mendekap Nabi SAW.. dengan erat sehingga terasa sangat berat, kemudian dilepas dan langsung diperintah Iqra’. Jawab Nabi : Maa Ana Biqaari’, maka didekap untuk yang ketiga kalinya sehingga lelah dan habis tenaga, kemudian dilepas dan diperintahkan Iqra’ Bismi Rabbikal Ladzi Kholaqa. Khalaqal Insaa Na Min Alaq. Iqra’ WArabbukal Akram. Alladzi Allama Bil Qalam. Allamal insaa na maa lam ya’lam. Setelah dibaca oleh Nabi SAW. maka pergilah Jibril, dan Nabi SAW.. langsung turun dari bukit dan sambil gemetar seluruh tubuhnya sehingga masuk ke rumah Khadijah dan berkata : Zammiluna, Zammiluna (selimuti aku, selimuti aku), maka diselimuti oleh Khadijah sampai hilang rasa takut dan gemetarnya, lain Nabi SAW.. bersabda kepada Khadijah memberitakan segala kejadiannya, kemudian bersabda : sebenarnya saya tajut (khawatir) terhadap diriku. Jawab Khadijah : kallaa jangan khawatir, jangan takut, terimalah kabar gembira, demi Allah, Allahtidak akan menghinakan kau untuk selamanya, engkau suka menyambung famili kerabat, dan berkata benar, dan menanggung berbagai keberatan, dan menjamu tamu dan suka membantu terhadap segala kesukaran yang hak. Kemudian membawa Nabi SAW.. ke rumah Waraqah bin Naufal sepupu Khadijah seorang kristen (nasrani) yang bisa menterjemahkan kitab Injil ke Bahasa Arab, ia seorang tua yang telah buta, maka Khadijah berkata : hai putra paman (sepupuku), dengarlah dari kemenakanmu ini. Waraqah bertanya : apakah yang anda lihat hai kemenakanku?  Maka Rasulullah SAW. menceritakan semua kejadian. Yang terjadi padanya di dalam Gua Hira’ itu. Lalu waraqah berkata : Itulah Malaikat yang menurunkan wahyu kepada Nabi Musa as. Aduh andaikan aku masih kuat perkasa. Aduhai andaikan aku masih hidup ketika anda di usir oleh kaummu. Rasulullah SAW. bertanya : “Apakah mereka akan mengusir aku?” jawab Waraqah : “Ya, tiada seorang pun yang datang di musuhi, dan jika aku masih hidup aku membantu, membela kepadamu pembelaan yang gilang gemilang (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim)[42]).

B.      Kajian Surat Al-Alaq Ayat 1-5
1.      Ayat ke-1 (اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ)
Kata Iqra’ (اقرأ) terambil dari kata kerja (قرأ) Qara’a yang pada mulanya berarti menghimpun apabila anda merangkai huruf atau kata kemudian anda mengucapkan rangkaian tersebut maka anda telah menghimpunnya yakni membacanya. Dengan demikian, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain karenanya, dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam arti dari kaa tersebut. antara lain : Menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu dan sebagainya, yang kesemuanya bermuara pada arti menghimpun[43]).
Ayat di atas tidak menyebutkan objek bacaan – dan Jibril As. Ketika itu tidak juga membaca satu teks tertulis dan karena itu dalam satu riwayat dinyatakan bahwa Nabi SAW. bertanya : (ماأقرأ) Ma Aqra’ / apakah yang saya harus baca?[44]).


Beraneka ragam pendapat ahli tafsir tentang objek bacaan yang dimaksud. Ada yang berpendapat wahyu-wahyu Al-Qur’an, sehingga perintah itu dalam arti bacalah wahyu-wahyu Al-Qur’an ketia dia turun nanti ada pula yang berpendapat objeknya adalah Ismi Rabbika sambil menilai huruf Ba’ yang menyeritai kata ismi adalah sisipan sehingga ia berarti bacalah nama Tuhanmu atau berzikirlah. Tapi jika demikian mengapa Nabi SAW. menjawab : “Saya tidak dapat  membaca.” Seadainya yang dimaksud adalah perintah berzikir tentu beliau tidak menjawab demikian sehingga jauh sebelum datang wahyu beliau telah senantiasa melakukannya.
Muhammad ‘Abduh memahami perintah membaca disini bukan sebagai beban tugas yang harus dilaksanakan (Amr Taklifi) sehingga membutuhkan objek, tetapi ia dalah Amr Takwini yang mewujudkan kemampuan membaca secara aktual pada diri pribadi Nabi Muhammad SAW. pendapat ini dihadang oleh kenyataan bahwa setelah turunnya perintah inipun Nabi SAW.. masih tetap dinamai sebagai seorang ummi (tidak pandai membaca dan menulis), disisi lain jawaban Nabi kepada Jibril ketika itu tudak mendukung untuk pemahaman tersebut[45]).
Kaidah menyatakan, “Apabila suatu kata kerja yang membuthkan objek tetapi tidak disebutkan objeknya maka objek yang dimaksud bersifat umum, mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau oleh kata tersebut.” dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa karena kata Iqra’ digunakan dalam arti membaca, menelaah, mennyampaikan dan sebagaianya dan karena objeknya bersifat umum maka objek kata tersebut mencakup segala yang dapat terjangkau, baik ia merupakan perkataan suci yang bersumber dari tuhan maupun bukan, baik ia menyangkut ayat-ayat yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Alhasil perintah Iqra’ mencakup telah terhadap alam raya, masyarakat dan dirisendiri, serta bacaan tertulis, baik suci maupun tidak.
Huruf ba’ (ب) pada kata bismi (بِاسْم) ada juga yang memahaminya sebagai berfungsi menyertaan atau mulabasah sehingga dengan demikian ayat tersebut berarti “Bacalah disertai dengan nama Tuhanmu.”[46])
Sementara ulama memahami kalimat bismi rabbika bukan dalam masa Jahiliyah, mengaitkan suatu pekerjaan dengan nama sesuatu yang mereka agungkan. Itu memberi kesan yang baik atau katakanlah “berkata” terhadap pekerjaan tersebut juga untuk menunjukkan bahwa pekerjaan tadi dilakukan semata-mata karena “Dia” yang namanya disebutkan itu. Misalnya sebelum turunnya Al-Qur’an kaum musrikun sering berkatan “Bismi Allata” dengan maksud bahwa apa yang merek alakukan tidak lain kecuali demi karena tuhan berhala “Allata” itu, dan bahwa mereka mengharapkan “Anugerah Dan Berkata “dari berhala tersebut.”


Di sisi lain, penamaan dengan nama sesuatu yang dimuliakan seringkali bertujuan agar yang dinamai itu mendapat “bekas” dari sifat tau keadaan si pemilik nama yang diambil itu. Suatu lembaga, atau seoranganak diberi nama tokoh-tokoh tertentu dengan maksud di samping mengabadikan nama tokoh itu juga mengundang Si Anak untuk mencontoh sifat-sifat terpuji tooh-tokoh tersebut.
Mengaitkan pekerjaan membaca dengan nama Allah mengantarkan pelakunya untuk tidak melakukannya kecuali karena Allah hal ini akan menghasilkan kebadian karena hanya Allah yang kekal abadi dan hanya aktivitas yang dilakukan secara ikhlas yang akan diterima-Nya tanpa keiklasan, semua aktifitas akan berakhir dengan kegagalan dan kepunahan. Sebagaimana dalam surat Al-Furqan ayat 23.
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
Artinya    :  Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan[47].

Syekh’ Abdul Halim Mahmud (Mantan Pemimpin Tertinggi Al-Azhar Mesir) yang menulis dalam bukunya, Al-Qur’an fisyabr Al-Qur’an bahwa : “Dengan kalimat Iqra’ bismi rabbik, Al-Qur’an tidak sekedar memerintahkan untuk membaca, tapi ‘membaca’ adalah lambang dari segala apa yang dilakukan oleh manusia, baik yang sifatny aktif maupun fasif.


Kalimat tersebut dalam pengertian dan semangatnya ingin mengatakan ‘bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah demi ruhanmu, bekerjalah demi tuhanmu.’ Demikian juga apabil anda berhenti bergerak atau berhenti melakukan aktifitas maka hendaklah tersebut didasarkan pada bismi rabbik sehingga pada akhirnya ayat tersebut berarti ‘jadikanlah seluruh kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan tujuannya, kesemuannya demi karena Allah.[48])
Kata Rabb (رَبِّ) seakar dengan kata (تربية) tarbiyah atau pendidikan. Kata ini memiliki arti yang berbeda-beda namun pada khirnya arti-arti itu mengacu kepada pengembanga, peningkatan ketinggian, kelebihan, serta perbaikan. Kata Rabb maupun tarbiyah berasal dari kata RabbaYarbu (ربا- يربو) yang dari segi pengertian kebahasaan adalah kelebihan. Dataran tinggi dinamai (ربوة) rabuah, sejenis roti yang dicampur dengan air sehingga membesar dan membengkak disebut (الربو)Arrab.[49]
Kata Rab apabila berdiri sendiri maka yang dimaksud adalah “Tuhan” yang tentunya antara lain karena dialah yang melakukan tarbiyah (pendidikan) yang pada hakikatnya adalah pengembangan, peningkatan serta perbaikan mahluk ciptaan-Nya


Agaknya penggunaan kata Rabb dalam ayat ini dan ayat-ayat semacamnya dimaksudkan untuk menjadi basar perintah mengikhlaskan diri kepada-Nya, sambil menunjuk kewajaran-Nya untuk disembah dan ditaati.
Dalam wahyu-wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW. tidak ditemukan kata Allahatau tetapi kata yang digunakan untuk menunjuk tuhan adalah Rabbuka/Tuhanmu wahai Nabi Muhammad- yakni bukan tuhan yang dipercaya kaum musrikin. Perhatikan lima ayat surah ini, demikian juga wahyu berikutnya, surah Almuddats-Tsir, Al-Qalam, awal surah Al-Muzzamil dan surah tabbat. Surah-surah sesudahnya sampai dengan surah Sabbihisma kesemuannya menggunakan kata Allah, kecuali bila ayat surah itu turun terpisah dengan ayat-ayat surah lainnya. Rujuklah ke buku penulis, tafsir atas surah-surah wahyu surah sabbihisma. Tidak digunakannya kata Allah karena kaum musyrikin percaya juga kepada Allah, tetapi keyakinan mereka tentang Allah jauh berbeda dengan keyakinan yang dihayati dan diajarkan Nabi Muhammad SAW.
Mereka misalnya bahwa ada hubungan tertentu antara Allah dan jin[50]). (qs. Ash-sahaffat 37 : 158)
وَجَعَلُوا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجِنَّةِ نَسَبًا وَلَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنَّةُ إِنَّهُمْ لَمُحْضَرُونَ
Artinya    :  Dan mereka adakan (hubungan) nasab antara Allah dan antara jin. Dan sesungguhnya jin mengetahui bahwa mereka benar-benar akan diseret (ke neraka)[51])

Dan bahwa Allah memiliki anak-anak wanita (QS. Al-Isra’ 17 : 40)
أَفَأَصْفَاكُمْ رَبُّكُمْ بِالْبَنِينَ وَاتَّخَذَ مِنَ الْمَلَائِكَةِ إِنَاثًا إِنَّكُمْ لَتَقُولُونَ قَوْلًا عَظِيمًا
Artinya    :  Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagimu anak-anak laki-laki sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kamu benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya)[52]).

Dan bahwa mereka tidak dapat berkomunikasi secara langsug kepada-Nya sehingga para Malaikat dan berhala-berhala perlu disembah sebagai perantara antara manusia dengan Allah.
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ
Artinya    :  Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar[53]).

Kepercayaan seperti yang dikemukakan ini jelas berbeda dengan ajaran Al-Qur’an atau yanga diyakini oleh Nabi Muhammad SAW. hingga jika seandainya dinyatakan Iqra’ bismillah atau “percayalah kepada Allah,” maka kaum musyrikin akan berkata “kami telah melakukannya.”


Kata Khalaqah (خَلَقَ) dari segi pengertian kebahasaan memiliki sekian banyak arti, antara lain ; menciptakan (dari tiada), membuat dan sebagainya. Kata ini biasanya memberikan tekanan tentang kehebatan dan kebesaran Allahdalam ciptaan-Nya. Berbeda dengan kata ja’ala (جعل) yang mengandung penekanan terhadap manfaat yang harus ataudapat diperoleh dari sesuatu yang dijadikan itu[54]).
Objek khalaqah pada ayat ini tidak disebutkan sehingga objeknya pun sebagaiana Iqra’ bersiifat umum, dan dengan demkian Allah adalah pencipta semua mahluk.

2.      Ayat ke-2 (خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ)
Ayat ini dan ayat-ayat berikutnya memperkenalkan Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad SAW. dan yang diperintahkan oleh ayat yang lalu untuk membaca dengan nama-Nya serta demi untukin-Nya. Dia adalah tuhan yang telah menciptakan manusia yakni semua manusia- kecuali Adam dan Hawwa’ – dari ‘Alaq segumpal darah atau sesuatu yang bergantung didinding rahim.
Dalam memperkenalkan perbuata-perbuatan-Nya, penciptaan merupakan hal pertama yang dipertegas, karena ia merupakan persyaratan bagi terlaksananya perbuatan-perbuatan lain. Rincian mengenai pengenalan tersebut ditemukan dalam ayat-ayat yang turun kemudian, khususnya pada periode Mekah. Perlu digaris bawahi bahwa pengenalan tersebut tidak hanya tertuju kepada akal manusia tetapi juga kepada kesadaran batin dan intuisinya bahkan seluruh totalitas manusia, karena pengenalan akal semata-mata tidak berarti anyak. Sementara pengenalan hati diharapkan dapat membimbing akan dan pikiran sehingga anggota tubuh dapat menghasilkan perbuatan-perbuatan baik serta memelihara sifat-sifat terpuji.
Kata (الْإِنْسَانَ) Al-Insan/manusia terambil dari kata (انس) uns/senang, jinak, dan harmonis, atau dari kata (نسي) nis-y yang berarti lupa. Ada juga yangperpendapat berasal dari (نوس) naus yakni gerak ata dinamika[55]).
Makna-makna di atas paling tidak memberikan gambaran sepintas tentang potensi atau sifat mahluk tersebut yakni bahwa ia memiliki sifat lupa, dan kemampuan bergerak yang memelihara dinamika. Ia juga adalah mahluk yang selalu atau sewajarnya memelihara rasa senang, harmonisme dan kebahagiaan kepada pihak-pihak lain.
Kata insan menggambarkan manusia dengan berbagai keragaman sifatnya. Kata ini berbeda dengan kata (بشر) basyar yang juga diterjemahkan dengan “manusia’ tetapi naknanya lebih banyak mengacu kepada manusia dari segi fisik serta nilainya yang tidak berbeda antara seseorang manusia dengan manusia lain[56]).


Manusia adalah mahluk pertama yang disebut Allah dalam Al-Qur’an melalui wahyu pertama. Bukan saja karena ia diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, atau karena segala sesuatu dalam alam raya ini diciptakan dan ditundukkan Allah demi kepentingannya, tetapi juga karena kitap suci Al-Qur’an ditunjukkan kepada manusia guna menjadi pelita kehidupannya. Salah satu cara yang ditempuh oleh Al-Qur’an untuk mengantar menusia menghayati petunjuk-petunjuk Allah adalah memperkenalkan jati dirinya antara lain dengan menguraikan proses kejadiannya. Ayat kedua surat Iqra’ menguraikan secara singkat hal tersebut.
Kata alaq’ (عَلَقٍ) dalam kamus-kamus bahasa Arab digunakan dalam arti segumpal darah, dalam arti cacing yang terdapat di dalam air. Bila diminum oleh binatang maka ia tersangkut di kerongkongnya. Banyak ulama masa lampau memahami ayat di atas dalam pengertian pertama. Tetapi ada juga yang memahaminya dalam arti sesuatu yang tergantung di dinding rahim. Ia karena para pakar arkeologi menyatakan bahwa setelah terjadinya pertemuan antara sperma dan indung telur ia berperoses dan membelah menjadi dua, kemudian empat, kemudian delapan demikian seterusnya sambil bergerak menuju ke kantong kehamilan dan melekat berdempet serta masuk ke dinding rahim.
Bisa juga kata ‘alaq dipahami sebagai berbicara tentang sifat manusia sebagai mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tetapi selalu bergantung kepada selainnya. Ia serupa dengan firman Allah khauliqa al-insanu min ‘ajal manusia dicitakan (bersifat tergesa-gesa).
خُلِقَ الْإِنْسَانُ مِنْ عَجَلٍ سَأُرِيكُمْ ءَايَاتِي فَلَا تَسْتَعْجِلُونِ
Artinya    :  Manusia telah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. Kelak akan aku perlihatkan kepadamu tanda-tanda (azab) -Ku. Maka janganlah kamu minta kepada-Ku mendatangkannya dengan segera[57].

3.      Ayat ke-3 (اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ)
Setelah  memerintahkan membaca dengan meningkatkan motivasinya yakni dengan nama Allah, kini ayat di atas memerintahkan membaca dengan menyampkan janji Allah manfaatmembaca itu. Allah berfirman : “Baacalah berulang-ulang dan tuhan pemeliharaan dan pendidikan-mu maha pemurah sehingga akan melimpahkan aneka karunia.
Ayat tiga di atas mengulangi perintah membaca. Ulama berbeda pendapat tentang tujuan pengulangan itu. Ada yang menetapkan bahwa perintah pertama ditujukan kepadapribadi Nabi Muhammad SAW., sedang yang kedua kepada umatnya, atau yang pertama untukmembaca dalam sholat, sedang yang kedua di luar solat. Pendapat ketiga menyatakan yang pertama perintah belajar, sedang yang kedua adalah perintah mengajar orang lain. Adalagi yang menyatakan bahwa perintah kedua berfungsi mengukuhkan guna menanamkan rasa percaya diri kepada Nabi Muhammad SAW., tentang kemampuan beliau membaca karena tadinya beliau tidak pernah membaca.
Syekh muhammad abduh mengemukakan sebab lain, menurutnya kemampuan membaca dengan lancar dan baik tidak dapat diperoleh tanpa mengulang-ngulangi atau melatih diri secara teratur, hanya saja keharusan latihan demikian itu tidak berlaku atas dir Nabi Muhammad SAW. dengan adanya pengulangan perintah membaca itu. Abduh sebagaimana yang telah dikemukakan sebelum ini berpendapat bahwa perintah Iqra’ adalah perintah taqwini, yaitu titah penciptaan kemampuan membaca atau menghimpun secaraaktual bagi diri Nabi Muhammad SAW. tetapi pendapat itu mengandung kelemahan, karena kalaulah kata Iqra’ yangpertama dipahami sebagaiamr taqwini maka apakah setelah terwujudnya kemampuan membaca kepada diri Nabi menyusul adanya perintah Iqra’ yang pertama itu masih dibutuhkan lagi perintah Iqra’ kedua guna memperlancar kemampuan beliau? Tidakkkah Iqra’ pertama telah mencakupnya?[58]).
Hemat penulis perintah membaca yang kedua ini dimaksudkan agar beliau lebih banyak membaca, menelaah, memperhatikan alam raya, serta membaca kitap yang tertulis dan tidak tertulis dalam rangka mempersiapkan diri terjeun ke masyarakat.


Kata (الْأَكْرَم) al-akram biasa diterjemahkan dengan yang maha atau paling pemurah atau semualia-mulia. Kata ini terambil dari kata qaroma yang antara lain berarti memberikan dengan mudan dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, setia dan sifat kebangsawanan[59]).
Dalam Al-Qur’an ditemukan kata karim terulang sebanyak 27 kali tidak kurang dari 13 subyek yang disifati dengan katatersebut, yang tentu saja berbeda-beda maknanya dan karena itu pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa kata ini digunakan untuk menggambarkan sifat terpuji yang sesuai denga objek yang disifatinya.  Ucapan yang karim adalah ucapan yang baik, indah terdengar, benar susunan dan kandungannya, mudah dipahami serta menggambarkan segala sesuatu yang ingin disampaikan oleh pembicara. Sedang rezeki yang karim adalah yang memuaskan, bermanfaat serta halal[60]).
Allah menyandang sifat karim menurut Imam Ghazali sifat ini menunjuk kepada-Nya yang mengandung makna antara lain bahwa : “Dia yang bila berjanji, menepati janji-Nya bila memberi, melampaui batas  harapan pengharap-Nya. Tidak peduli berapa dan kepada siapa dia memberi. Dia yang tidak tidak rela apabila ada kebutuhan yang dimohonkan kepada selain-Nya. Dia yang bila (kecil hati), menegur tanpa berlebih. Tidak mengabaikan siapa pun yang menuju dan berlindung kepada-Nya, dan tidak membutuhkan sarana atau prantara.
Ibn al-‘Arabi menyebut enambelas makna dari sifat Allah ini, antara lain yang disebut oleh Al-Ghazali di atas, dan juga “dia yang bergembira dengan diterimanya anugrah-Nya, serta yang memberi sambil memuji yang diberi-Nya, dia yang memberi siapa yang menghendaki-Nya, bahkan memberi sebelum diminta dan lain-lain”[61].
Kata al-karim yang menyifati Allah dalam Al-Qur’an, semuanya menunjukkan kepada-Nya dengan kata rabb, bahkan demikian juga kata akram sebagaimana terbaca di atas.
Penyipatan rabb dengan al-karim yang menyifati Allah dalam Al-Qur’an, kesemuanya menunjukkan kepada-Nya dalam berbagai aspek), dikaitkan dengan rububiyyah-Nya yakni pendidikan, pemeliharaa dan perbaikan mahluk-Nya, sehingga anugrah tersebut dalam kadar dan waktu selalu berbarengan serta bertujuan perbaikan dan pemeliharaan.
Kata (الْأَكْرَم) Al-akram yang berbentuk superlatif adalah satu-satunya ayat di dalam Al-Qur’an yang menyifati tuhan dalam bentuk tersebut. Ia mengandung pengertian bahwa. Dia dapat menganugrahkan puncak dari segala yang terpuji bagi setiap hamba-Nya, terutama dalam kaitannya degan perintah membaca. Dari sini kita tidak wajar memahami perintah membaca yang kedua ini hanya terbatas tujuannyauntuk menolak alasan Nabi “saya tidak dapat membaca,”  tidak pula untuk sekedar menanamkan rasa percaya diri, atau berfungsi penganti “mengulang-ulangi bacaan,” tetapi jauh lebih dalam dan lebih las, seluas pengertian kata akram yang berbentuk superlatif dan seluas kata karam yang menyifati Allah SWT.
Sebagai mahluk kita tidak dapat menjangkau betapa besar karam Allah SWT. Karena keterbatasan kita di hadapan-Nya. Namun demikian sebagian darinya dapat diungkapkan sebagai berikut :
“Bacalah wahai Nabi Muhammad, Tuhanmu akan menganugrahkan dengan sifat kemurahan-Nya pengetahuan tentang apa yang tidak engkau ketahui. Bacalah dan ulangi bacaan tersebut walaupun objek bacaannya sama, niscaya tuhanmu akan memberikan pandangan serta pengertian baru yang tadinya engkau belum peroleh pada bacaan pertama dalam objek tersebut.” “bacalah dan ulangi bacaan, tuhanmu akan memberikan manfaat kepadamu, manfaat yang banyak tidak terhingga karena dia akram memiliki segala macam kesempurnaan.”
Di sini kita dapat melihat perbedaan antara perintah membaca pada ayat pertaa dan perintah membaca pada ayat ketiga, yakni yang pertama menjelaskan syarat yang harus dipenuhi seseorang ketrika membaca (dalam segala pengertian) yaitu membaca demi karena Allah, sedang perintah yang kedua enggambarkan manfaat yang diperoleh dari bacaan bahkan pengulangan bacaan tersbeut.
Dalam ayat ketiga ini Allah menjanjikan bahwa pada saat seseorang membaca dengan ikhlas karena Allah akan menganugrahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman-pemahaman, wawasan-wawasan baru walaupun yang dibacanya itu-itu juga. Apa yang dijanjikan ini terbukti secara sangat jelas. Kegiatan ‘membaca” alam raya ini telah menimbulkan fenomena-fenomena baru yang membuka rahasia-rahasia alam, walaupun objek bacaannya itu-itu juga. Ayat Al-Qur’an yang dibaca oleh generasi terdahulu dan alam raya yang mereka huni, adalah sama tidak berbeda, namun pemahaman mereka serta penemuan rahasianya terus berkembang[62]).

4.      Ayat ke-4 (الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ) dan Ayat ke-5 (عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَم)
Ayat-ayat yang lalu menegaskan kemurahan Allah SWT. Ayat di atas melanjutkan dengan memberi contoh sebagaian dari kemurahan-Nya iu dengan menyatakan bahwa : dia yang maha pemurah itu yang mengajar manusia dengan pena yakni dengan sarana dan usaha mereka, dan dia juga yang mengajar manusia tanpa alat da usaha mereka apa yang belum diketahuinya.
Kata (القلم) Al-Qalam terambil dari kata kerja (قلم) qalama yang berarti memotong ujung sesuatu. Memotong ujung kuku disebut (تقليم) taqlim. Tombak yang dipotong ujungnya sehingga meruncing dinamai (مقالم) maqalim. Anak panah yang runcing ujungnya dan yang bisa digunakan untuk mengundi dinamai pula qalam sebagaimana firman Allah:
ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلَامَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ(44)
 Artinya   :  Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada kamu (ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa[63].

Alat yang digunakan untuk menulis dinamai pula qalam karena pada mulaya alat tersebut dibuat dari suatu bahan yang dipotong dan diruncingkan ujungnya.
Kata qalam di sini dapat berarti hasil dari penggunaan alat ersebut, yakni tertulis. Ini karena bahasa, sering kali menggunakan kaya yang berarti “alat” atau “penyebab” untuk menunjuk ‘akibat” ayau “hasil” dari penyebab atau penggunaan alat tersebut. misalnya, jika seseorang berkata, “saya khawatie hujan”, maka yang dimaksud dengan kata “hujan” adalah basah atau sakit, hujan adalah penyebab semata.
Makna di atas dikuatkan oleh firman Allah dalam QS Al-Qalam ayat 1 yakni firman-Nya nun demi qalam dan apa yang mereka tulis.
ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ(1)
Artinya    :  Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis[64]

Apalagi disebutkan dalam sekian banyak riwayat bahwa awal surah al-qalam turun setelah akhir ayat kelima surat Al-Alaq. Ini berarti dari segi masa turunnya kedua kata qalam tersebut berkaitan erat, bahkan bersambung walaupun urtan penulisnnya dalam mushaf tidak demikian.
Pada kedua ayat di atas terdapat apa yang dinamai ihtibak yang maksudnya adalah tidak disebutkan sesuatu keterangan, yang sewajarnya ada pada dua susnan kalimat yang bergandengan, karena keterangan yang dimaksud telah disebut pada kalimat lain. Pada ayat 4 kata manusia tidak disebut karena telah disebut pada ayat 5, dan pada ayat 5 kalimat tanpa pena tidak disebut karen apada ayat 4 telah diisyaratkan makna itu dengan disebutnya pena. Dengan demikian kedua ayat di ayas dapat berarti “Dia (Allah) mengajarkan denga pena (tulisan) (hal-hal yang telah diketahui manusia sebelumnya.” Sedang kalimat “tanpa pena” ditambahkan karena ungkapan ‘telah diketahui sebelumnya” adalah khazanah pengetahuan dalam bentuk tulisan[65]).
Dari uraian di atas kita dapat menyatakan  bahwa kedua ayat di atas menjelaskan dua cara yang ditempuh Allah SWT. Dalam mengajar manusia. Pertama melalui pena (tulisan) yang harus dibaca manusia, dan yang kedua mealui pengajaran secara lengsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah (علم لدني) ilm ladunniy.
Pada awal surah ini, Allah telah memperkenalkan diri sebagai yang maha kuasa, maha mengetahui dan maha pemurah. Pengteahuan-Nya meliputi segala sesuatu. Sedangkan karan (kemurahan)-Nya tidak terbatas, sehingga dia kuasa dan berkenaan untuk mengajarkan manusia dengan atau tanpa pena.
Wayu-wahyu ilahi yang diterima oleh manusia-manusia agung yang siap dan suci jwanya adalah tingkat tertinggi dari bentuk pengajarann-Nya tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Nabi Muhammad SAW. dijanjikanoleh Allah SWT dalam wahyu yang pertama untuk termasuk dalam kelompok tersebut.

BAB IV
URGENSI BELAJAR MENURUT AL-QUR’AN KAJIAN SURAT AL-ALAQ AYAT 1-5

Surat Al-Alaq (Iqra’) termasuk pertama ayat Al-Qur’an yang diturunkan dari Al-Qur’an, di Makkah 19 ayat, 93 kalimat dan 280 huruf. Dalam surat Al-Alaq yang kita padang sebagai surat pertama Al-Qur’an yang diturunkan, dapatlah kita lihat suatu gambaran yang hidup mengenai suatu pristiwa terbesa yang pernah terjadi pada sejarah manusia, yaitu pertemuan nabi Muhammad dengan Jibril untuk pertama kali di Gua Hiro’ dan penerimaan wahyu yang pertama setelah nabi berusia 40 tahun.
Bagian pertama surat Al-Alaq ini mengarahkan Muhammad SAW kepada Allah agar ia berkomunikasi dengan Allah dan ia dengan nama Allah membaca ayat-ayat Al-Qur’an yang diterima melalui wahyu/Jibril (bukan membaca tulisan di atas kertas, sebab ia adalah ummi/tidak pandai baca tulis). Sebab dari Allah lah asal mula segala makhluk dan kepadanya pulalah kembali kepadanya itu.
Wahyu pertama itu juga mengingatkan, bahwa Allah telah memuliakan/ menjunjung martabat manusia dengan memalui pena (tulis baca). Artinya dengan proses belajar mengajar itu manusia dapat menguasai ilmu-ilmu pengetahuan dan dengan ilmu-ilmu pengetahuan ini manusia dapat mengetahui rahasia alam semesta yang sangat bermanfaat bagi kesejahteraan hidupnya. Padahal manusia itu dijadikan oleh Allah dari segumpal darah yang melekat dirahim ibu.


Surat Al-Alaq 1-5 diturunkan sewaktu Rasulullah SAW. berkhalwat di Gua Hiro, ketika itu beliau berusia 40 tahun. Ayat-ayat merupakan ayat-ayat pertama kali diturunkan, yang sekaligus merupakan tanda pengangkatan Muhammad sebagai Rasul Allah.
Surat Al-Alaq 1-5 mengandung pengertian bahwa untuk memahami segala macam ilmu pengetahuan, seseorang harus pandai dalam membaca. Dalam membaca itu harus didahului dengan menyebut nama Tuhan ; yakni dengan membaca “BasmAllah” terlebih dulu dan ingat akan kekuasaan yang dimiliki-Nya, sehingga ilmu yang diperoleh dari membaca itu, akan menambah dekatnya hubungan manusia dengan khaliknya.
Allah SWT menjelaskan bahwa dialah yang menciptakan manusia dari segumpal darah dan kemudian menjadikan makhluk yang paling mulia. Ini menunjukkan betapa maha kuasanya Allah SWT.
Pada ayat berikutnya Allah SWT. Mengulang memerintahkan membaca itu mengetahui kemuliaan Allah Yang Maha Pemurah.
Dengan limpahan karunia-Nya, dia mengajarkan kepada manusia kemampuan membaca dan kemampuan menggunakan pena (kemampuan baca tulis), yang menyebabkan manusia dapat mempelajari berbagai persoalan, sehingga manusia dapat menguasai berbagai ilmu yang diperlukan dalam hidupnya.


Adapun Firman Allh SWT. Tentang keutamaan menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah:
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ ءَايَاتِنَا وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ(151)
Artinya    :  Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni`mat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui (QS. Al- Baqarah, 151).

قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُروا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ(137)
Artinya    :  Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul) (QS. Al-Imran, 137).

لَوْلَا يَنْهَاهُمُ الرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ عَنْ قَوْلِهِمُ الْإِثْمَ وَأَكْلِهِمُ السُّحْتَ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَصْنَعُونَ(63)
Artinya    :  Mengapa orang-orang alim mereka, pendeta-pendeta mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram?. Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu (Al-Maidah, 63).

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي ءَاتَيْنَاهُ ءَايَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ(175)
Artinya    :  Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat (QS. Al-A’raf, 175).

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ(176)
Artinya    :  Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir (QS. Al-A’raf, 176).

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ(122)
Artinya    :  Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (QS. Attaubah, 122).

وَجَعَلْنَا اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ ءَايَتَيْنِ فَمَحَوْنَا ءَايَةَ اللَّيْلِ وَجَعَلْنَا ءَايَةَ النَّهَارِ مُبْصِرَةً لِتَبْتَغُوا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ وَلِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ وَكُلَّ شَيْءٍ فَصَّلْنَاهُ تَفْصِيلًا(12)
Artinya    :  Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu, dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas (QS. Al-Isra’, 12).

قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا(66)
Artinya    :  Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?" (QS. Al-Kahfi, 66).)

فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلَا تَعْجَلْ بِالْقُرْءَانِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا(114)
Artinya    :  Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (QS. Thaahaa, 114).

مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ(5)
Artinya    :  Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim (QS. Al-Al-jumu’ah, 5).

Adapun hadists Nabi yang berkaitan dengan keutamaan belajar adalah:
من سلك طر يقا يطلن فيه علما سلك الله نه طر يقا الى ﺔﻨﺠﻠﺍ
Artinya    : “Barang siapa menempuh jalan yang padanya ia menuntut ilmu maka Allah menempuhkannya jalan surga”

ان الملا ءكت لتضع اجنحتها لطا لب العلم رظا نما يصنع
Artinya    : “sesungguhnya malaikat itu membentangkan sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu karena ridha kepada apa yang ia lakukan”

لان تغد وقتتعلم با با من العلم خير من ان تصلى ماﺔﻋ  ركعت
Artinya    : “sesungguhnya kamu pergi lalu kamu belajar satu babdari ilmu itu baik dari pada kamu sholat seratus raka’at”

با ب من العلم يتعلمه الر جل جير له من الد نيا وما قيها
Artinya    : “Satu bab dari ilmu yang dipelajari oleh seseorang adalah lebih baik baginya daripada dunia dan apa yang ada padanya”

اطلبو االعام و لو نا لصين
Artinya    : “Tuntutlah ilmu walau di cina”

طلبو االعام فر ﺔﻀﻳ على كل مسلم
Artinya    : “Menuntut ilmuitu fardhu atas setiap muslim”

العلم خز اعن مفا تيحها السؤ ال فا سعلو افا نه يؤ جر فيه ار ﺔﻌﺑ  : السا عل والعا لم والمستمع والمحب لهم
Artinya    :  “Ilmu itu gudang, kuncinya adalah bertanya. Ketahuilah maka bertanyalah. Sesungguhnya padanya diberi pahala empat orang, yaitu : penanya, orang yang berilmu, pendengardan orang yang senangkeada mereka”

لا ينبغى للجا هل ان يسكت على جهله ولا للعا لم ان يسكت على علمه
Artinya : “tidak seyogyanya bagi orang bodoh dia, atas kebodohannya, dan tidak seyogya atas orang yang berilmu untuk diam atas ilmunya”

حضور مجلس ها لم الف ركعة وعيا دة الف مر يض وشهود الف جنا زةو فقيل يا رسول الله ومن قر اءة القران؟ فقا ل صلى الله عليه وسلم وهل ينفع القر ان الا با لعلم
Artinya    : menghadiri majelis orang ‘alim itu adalah lebih utama dari pada shalat seribu raka’at, menjenguk sribu orang sakit dan menghadiri seribu zanajah”. Lalu ditanyajan : “wahai rasulullah dan dari membaca al qur’an ?” lalu beliau saw bersabda: “apakah al-qur’an itu bermanfaat kecuali dengan ilmu?”
من جا ءه الموت وهو يطلب العلم ليحيى الا سلام فبينه وبين الا نبيا ء فى الجنة درجة واحدة
Artinya : “Barang siapa didatangi kematian di mana ia sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam maka antara ia dan para nabi di syurga adalah satu derajat/tingkatan”

Adapun atsar (kata-kata shahabat) mengenai keutamaan belajar adalah :
1.      Ibnu abbas ra berkata : “saya rendahkan penuntut (ilmu) dan saya muliakan sesuatu yang dituntutnya (ilmu)”.
2.      Ibnu abi mulaikah rahimahullah berkata : “Saya tidak pernah melihat orang seperti ibnu abbas, apabila saya melihatnya maka saya melihat orang yang wajahnya paling tampan. Dan apabila ia berbicara maka ia orang yang paling banyak ilmunya”.
3.      Ibnu Mubarak rahimahullah berkata : “saya heran terhadap orang yang tidak menuntut ilmu, bagaimanakah ia mengajak dirinya kepada kemuliaan?”.
4.      Sebagian hukama’ berkata : “sesunguhnya saya tidak sayang kepada orang-orang seperti sayangku kepada salah satu dari orang, yaitu : seorang yang mempelajari ilmu namun ia tidak menuntutnya”.
5.      Abud darda’ ra : “sesungguhnya sayabelajar satu masalah lebih saya sukai dari pada mendirikan mala (shalat sunat di malam hari)”. Dan ia berkata juga: “orang yangberilmu dan orang yang belajar ilmu itu adalah dua sekutu dalam kebaikan, sedangkan seluruh manusia (lainnya) adalah dungu, tidak ada kebaikan padanya”. Dan ia berkata juga : “jadilah orang pandai atau orang belajar atau orang yang mendengarkan (ilmu) dan jangan kamu menjadi orang yang keempat maka kamu binasa”.
6.      Atha’ berkata : “majelis ilmu itu menghapus tujuh puluh majelis dari makelis yang lahan (sia-sia)”.
7.      Umar ra berkata : “kematian seribu abid (ahli ibadah) yang mendirikan malam dan puasa di siang hari adalah lebih ringan dari pada kematian seorang “alim yang mengetahui apa yang dihalalkan dan diharamkan oleh Allah”.
8.      Asy syafi’I berkata : “menuntut ilmu itu adalah lebih utama dari pada shalat sunnat”.
9.      Abnu abdil hakam rahimahullah berkata : “saya di sisi malik belajar ilmu lalu masuk waktu zuhur lalu saya kumpulkan kitab-kitab untuk shalat”. Maka ia berkata : “hai ini, apa yang kamu bangkit kepadanya tidaklah lebih utama dari pada yang kamu ada padanya, apabila niat itu benar”.
10.  Abud darda’ berkata ; “barang siapa memandang bahwa pergi mencari/menuntut ilmu itu tidak termasuk jihad maka ia adalah orang yang telah berkurang pendapat dan akalnya”.
Sudah menjadi suatu keniscayaan bahwa kemajuan dalam bidang pendidikan adalah salah satu syarat bagi sebuah negara untuk ikut sejajar dalam deretan negara-negara maju sekaligus disebut sebagai negara yang bermartabat. Apalagi sekarang kita sudah mengenal konsep tentang Sumber Daya Manusia (SDM), suatu konsep yang langsung terkait dengan peranan pendidikan. Sudah merupakan dalil yang terbukti mantap, bahwa masyarakat dan bangsa dengan SDM yang berkualitas tinggi akan membawa kejayaan warganya., dan membuat negara menjadi maju, perkasa dan bermartabat. Kekayaan sumber daya manusia yang berkualitas, yang berarti kemampuan tinggi dalam berpikir dan bekerja sistematis.
Terciptanya masyarakat belajar dan individu-individu pembelajar di dalamnya merupakan keharusan di masa kini dan mendatang. Apabila tidak, maka kita akan tertinggal, dan tertinggal jauh dari masyarakat lain yang telah banyak belajar pembentukan masyarakat belajar, diawali oleh pembentukan individu-individu yang menjadi warganya. Pengubahan individu yang santai menjadi individu yang gesit dan suka berkerja keras, individu konsumtif menjadi produktif, individu penerima menjadi individu pemberi, individu yang mudah menyerah pada keadaan menjadi individu yang gigih merubah keadaan, menuntut penambahan perubahan tersebut diawali pada perubahan presepsi dan sikap, baik terhadap dirinya, maupun terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Upaya untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya manusia (SDM) merupakan tugas besar dan membutuhkan jangka waktu yang panjang, karena mengangkat pendidikan bangsa, dan masa depan suatu bangsa banyak ditentukan oleh kualitas pendidikannya.
Belajar dan motivasi selalu mendapat perhatian khusus bagi mereka yang belajar dan mengajar. Pernyataan yang lelalu dikemukakan ialah: bagaimanakan motivasi seseorang mempelajari apa yang harus dipelajarinya? Dalam kehidupan sehari-hari dijumpai orang dengan penuh anusias dan ketekunan melaksanakan berbagai kegiatan belajar, sedang di pihak lain ada yang tidak bergairah dan bermalas-malas. Kenyatan tersebut tentu mempunyai sebab-sebab yang perlu diketahui lebih lanjut  untuk kepentingan motivasi belajar
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari paparan pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa surat Al-Alaq ayat 1-5 adalah ayat pertama Allah dari Al-Qur’an dan ia berupa Rahmat Allah yang terbesar untuk umat manusia dalam ayat-ayat permulaan ini Allah menyuruh Nabi SAW. supaya suka membaca dan memperhatikan ayat bukti kebesaran Allah di dalam ini tetapi bacaan, perhatian itu harus dilandasi dengan Allah yang telah menciptakan manusia dari sekepal darah, juga untuk mengenal kemurahan Tuhan yang mengajarkan segala kepandaian ilmu yang dicapai oleh manusia dengan perantaraan kalam, mengajarkan kepada manusia segala apa yang tidak diketahuinya.
Adapun kandungan dari surat Al-Alq ayat 1-5 adalah :
1.       Menurut Tafsir Ibnu Katsir adalah kita diperintahkan agar senantiasa mengadakan penyelidikan terhadap segala suatu yang belum kita ketahui, sehingga kita kuasai, bukti kemurahan Allah SWT. Ialah ia telah mengajari manusia dengan perantaraan Al-Qur’an
2.       Menurut Tafsir Al-Misbah adalah Islam memerintahkan agar kita belajar membaca dan menulis serta mempelajari ilmu pengetahuan demi meningkatkan derajad kita sebagai makhluk Allah yang maha mulia, kita dianjurkan untuk sanggup mengembangbiakkan ilmu pengetahuan yang telah Allah limpahkan kepada kita.
Saran
Karena pentingnya belajar, maka pada kesempatan ini penulis sarankan kepada:
1.        Bagi sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, hendaknya dalam memberikan motivasi belajar kepada peserta didik menyertakan konsep kajian surat Al-alaq.
2.        Bagi praktisi pendidikan hendaknya berpikiran dan berprilaku seperti kerangka konsep pendidikan Islamsejalan dengan perkembangan dunia pendidikan.
3.        Bagi penulis berikutnya, supaya menyempurnakan kembali hasil penelitian yang penulis lakukan, karena masih banyak nilai-nilai pendidikan yang belum terungkap dalam tulisan ini, oleh karenanya, bagi penulis supaya melengkapi berikut aplikasinya dalam dunia pendidikan secara nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin S, Drs. Zaenal, 1992, Seluk Beluk Al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta.

Abuddin Nata, 2005, Filsafat Pendidikan Islam, Garya Media Pratama, Jakarta,.

Al-Ghazali, 1990, Ihya’ Ulumuddun, menghidupkan Ilmu-ilmu Agama Islam, Semarang: Assy-Syifa’

Aly, Noer, 1999, Ilmu Pendidikan Islam, Ciputat: Logos Wacana Ilmu.

Anonim, 1998, Al-Qur’an dan terjemahnya, Jakarta: Depag RI.

Arikunto, Suharsimi, 1997, Prosedur Penelitian Sebuah Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta

Aziz, Abdul, 1991, Pelajaran Tafsir Madrasah Aliyah, Semarang : Wicaksana

Bahreisy, 2004, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, Surabaya: Bina Ilmu

Imam Ismail Ibnu Kastir, 2002, Tafsir Al-Qur’anul Adhim, Beirut: Maktabah Asriah

Imron, Ali, 1996, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:Pustaka Jaya.

Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1987.

Margono, 2005, Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

Moleong, Lexy J, 1998, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:Rosdakarya Offset.

Nasution, 1984, Beberapa Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta: Bina Aksara.

Purwanto Ngalim, 1992, Psikologi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta.

Shihab, Quraish, 2005, Tafsir Al-Misbah, Pesan dan Kesan Keserasian Al-Qur’an, Vol 15, Jakarta ; Lentera Hati

Singgih D. Gunarsa, 1990, Psikologi Anak Bermasalah, Jakarta: PT. Asid Mahasetia.

Slameto, 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta : Rineka Cipta.

Sujana, Nana dkk, 1995, Pedoman Praktis Mengajar Merencanakan Suatu Pendekatan dari Segi Methodologi Cetakan II, Jakarta:Bulan Bintang.

Zuhdi, Masjfuk, 1979, pengantar Ulumul Qur’an, Bagian I, Surabaya: Bina Ilmu





[1]) Zaenal Abidin, Seluk Beluk Al-Qur’an (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 166.
[2])  Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya (Jakarta: Depag RI, 1998), 1079.
[3]) Lexy Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:Rosdakarya Offset, 1998), 4-7.
[4]) Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Sebuah Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 149.
[5]) Ibid, 78
[6]) Arikunto, Prosedur Penelitian, 245-248
[7]) Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), 21
[8]) Oemar Hamalik, Belajar dan Kesulitan-kesulitan Belajar (Bandung: Tarsito, 1982), 23.
[9]) Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, 21-22
[10]) Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Pustaka Jaya, 1996), 2.
[11]) Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), 21.
[12]) Slameto, 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta : Rineka Cipta), 2.
[13]) Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya (Jakarta: Depag RI, 1998), 301-302
[14]) Ibid, 426.
[15]) Asadullah, Methode Khusus Pengajaran Bahasa Arab I (MKPBA) (Mataram: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Mataram1995), 3
[16]) Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru, 1984), 4
[17] Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999), 3
[18]) Ibid, 7
[19]) Ibid, 9
[20]) Langgulung, Hasan, Asas-Asas Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1987), 6
[21]) Abuddin Nata, 2005, Filsafat Pendidikan Islam, Garya Media Pratama, Jakarta), 64
[22]) Ibid, 64
[23]) Ibid, 66
[24]) Ibid, 67.
[25]) Ibid, 67.
[26]) Ibid, 68.
[27]) Ibid, 69
[28]) Ibid, 75
[29]) Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), 106
[30]) Koestoer PartoWisastro, Pengajaran Remedial (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 11
[31]) Singgih Gunarsa, Psikologi Keluarga (Jakarta : PT. Bina Rena Pertama, 1992), 13.
[32]) Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 1992), 13
[33]) Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta : Rineka Cipta, 1990), 4-5
[34] ) Ibid, 32
[35]) Ibid, 31.
[36]) Ibid, 43
[37]) Depag RI, Al-Qur’an dan terjemahnya (Jakarta: Depag RI, 1998), 65
[38]) Ibid, 65.
[39]) Ibid, 65.
[40]) Ibid, 66.
[41]) Ibis, 66-67.
[42]) Tafsir Ibnu Kastir, Vol 8, ter Salim Bahreisy dan Said Bahreisy (Surabaya: Bina Ilmu, 2004), 399-401.
[43]) Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan dan Kesan Keserasian Al-Qur’an, Vol 15 (Jakarta ; Lentera Hati, 2005), 392-393.
[44]) Ibid, 393.
[45]) Ibid, 393.
[46]) Ibid, 393.
[47]) Al-Qur’an, 25: 23.
[48]) Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan dan Kesan Keserasian Al-Qur’an, Vol 15, 394
[49]) Ibid, 395
[50]) Ibid, 395.
[51]) Al-Qur’an, 37: 158
[52] Ibid, 17:40.
[53] Ibid, 39: 3
[54]) Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan dan Kesan Keserasian Al-Qur’an, Vol 15, 395
[55]) Ibid, 396.
[56]) Ibid, 397.
[57] Al-Qur’an, 21: 37.
[58] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan dan Kesan Keserasian Al-Qur’an, Vol 15, 398
[59]) Ibid, 398.
[60]) Ibid, 399.
[61]) Ibid, 399
[62]) Ibid, 400.
[63]) Al-Qur’an, 3: 44.
[64] Ibid, 68:1
[65]) Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan dan Kesan Keserasian Al-Qur’an, Vol 15, 402

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah menitipkan komentar
semoga informasi ini bermanfaat
Wassalam

 
Toggle Footer
Top